tag:blogger.com,1999:blog-41507838917610384862024-03-14T01:28:24.732+07:00URANG BANJAR SAPATBlog ini berisi tentang Cerita, Informasi, Berita Hangat, Galeri fhoto- Video, Ilmu Pengetahuan, dsb.
dengan tujuan untuk berbagi info sesama nya.wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.comBlogger19125tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-37608733969610140812017-09-14T07:16:00.001+07:002018-02-04T01:10:32.750+07:00Paytren ustadz Yusuf Mansur untung Dunia Akhirat<div dir="ltr">
<br /></div>
<div dir="ltr">
Misal seorang mitra PayTren transaksi pulsa, maka Paytren mempunyai keuntungan dari penjualan pulsa tersebut Rp.500.</div>
<div dir="ltr">
<br />
Rp.500 dibagi-bagi sbb:</div>
<div dir="ltr">
1. Biaya Operasional Rp.66<br />
2. Transaksi pribadi. Rp.75<br />
3. Sponsor langsung Rp.50<br />
4. Generasi 2-10. Rp.180<br />
5. Profit Treni. Rp.67<br />
6. Rabat Nasional. Rp.50<br />
7. #Sedekah. Rp.12</div>
<div dir="ltr">
<br /></div>
<div dir="ltr">
Jadi nilai sedekah setiap kali mitra PayTren transaksi pulsa yakni Rp.12.</div>
<div dir="ltr">
Saat ini mitra PayTren sudah lebih dari 1jt, misalkan saja ada <a href="tel:500000">500.000</a> mitra PayTren yang transaksi pulsa, </div>
<div dir="ltr">
maka hasilnya Rp.<a href="tel:129500000">12 x 500.000</a> = Rp.<a href="tel:6000000">6.000.000</a> untuk sedekah.</div>
<div dir="ltr">
*CATET: Yang dibagi adalah keuntungan perusahaan, bukan duitnya mitra paytren. Mitra tidak dirugikan, justru diuntungkan dengan pembagian tersebut.*</div>
<div dir="ltr">
Itu hanya dari transaksi pulsa dan itu sekali transaksi, belum dari transaksi token listrik, pdam, bpjs, leasing dll, <br />
bisa sampai puluhan@ bahkan ratusan juta untuk sedekah...</div>
<div dir="ltr">
<br /></div>
<div dir="ltr">
Jadi pantas kalau kita katakan bahwa PayTren bisnis yang penuh dengan keberkahan, INSYA ALLAH</div>
<div dir="ltr">
<br /></div>
<div dir="ltr">
Subhanallah, kita bisa bersedekah setiap hari, setiap saat, seumur hidup.</div>
<div dir="ltr">
Mau ikut bersedekah via PayTren ?</div>
<br />
<div dir="ltr">
PAKAI Aplikasi PayTren SEKARANG...!!!</div>
<br />
<br />
Register payTren<br />
Hubungi :<br />
Wa 085210806262<br />
Telp. 08117676013<br />
<div>
<br /></div>
wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-55920872917616512062016-09-02T00:57:00.001+07:002016-09-02T00:57:45.659+07:00Pertolongan Pertama: Pertolongan Pertama Perdarahan Hidung<a href="http://pertolonganpertama-pertolonganpertama.blogspot.co.id/2011/04/pertolongan-pertama-perdarahan-hidung.html?m=1">Pertolongan Pertama: Pertolongan Pertama Perdarahan Hidung</a>wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-23342172854556175432011-08-20T11:34:00.000+07:002011-08-20T11:34:35.910+07:00RAMADHAN DAN TURUNNYA AL- QURAN : "Kesungguhan Rasulullah Pada Bulan Ramadhan"<br />
<div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">RAMADHAN DAN TURUNNYA AL-QUR-AN : KESUNGGUHAN RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM PADA BULAN RAMADHAN TIDAK SEPERTI KESUNGGUHAN BELIAU SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM PADA BULAN-BULAN LAINN</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><strong>Allah Tabaraka wa Ta'ala</strong> telah berfirman:</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur-an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil)..." [Al-Baqarah: 185]</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Al-Qur-an diturunkan pada bulan Ramadhan, di mana petunjuk dan berbagai pengaruh serta nilainya telah terealisasi di muka bumi ini. Dan pada bulan ini pula al-Qur-an diturunkan sebagai ilmu dan pengetahuan, sebagai penunjuk jalan (kehidupan) sekaligus sebagai norma untuk berpijak. Sebelumnya, kekufuran telah merebak luas dan menghantui manusia. Tetapi ketika al-Qur-an datang, kekufuran itu terhenti, kegelapan pun terusir dan ruh kembali bersemangat untuk memasuki kehidupan. Sebab, risalah Islam akan dapat mempengaruhi dimensi ruh dalam kehidupan serta menjalankan fungsinya dalam merubah wajahnya yang gelap menjadi wajah yang terang bersinar, yang membawa kecintaan, kejernihan, hidayah dan bimbingan.</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Al-Qur-an al-Karim memberikan petunjuk kepada manusia secara keseluruhan dan ia menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa secara khusus. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Itulah Kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa." [Al-Baqarah: 2]</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Selain itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Sesungguhnya telah datang kepada kalian cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan Kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari keadaan gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus." [Al-Maa-idah: 15-16]</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Cahaya ini memiliki tiga manfaat, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh ayat di atas:</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">1. Dengannya, Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan petunjuk kepada orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya menuju jalan keselamatan. 2. Mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju alam yang terang benderang. 3. Memberikan petunjuk kepada mereka menuju ke jalan yang lurus (Shiraath Mustaqiim).</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memuliakan kaum muslimin dengan kemuliaan yang luar biasa agungnya. Dia memuliakan mereka dengan kemuliaan yang paling tinggi pada bulan Ramadhan sejak empat belas abad yang lalu, ketika al-Qur-an al-'Azhim diturunkan dan Allah menjadikannya sebagai petunjuk sekaligus cahaya penerang.</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Dengan demikian, orang-orang terdahulu telah membawa amanat dan memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Mereka berusaha menyampaikannya ke seluruh belahan bumi yang berhasil dipijak oleh kakinya, sehingga negeri ini dipenuhi oleh cahaya Allah Ta'ala. Negeri dan semua hamba-Nya tunduk kepada-Nya Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa.</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Sudah sepatutnya kita sebagai kaum muslimin sekarang ini mengambil posisi sebagai pengawas dan pemantau terhadap al-Qur-an. Kita harus dapat memberikan haknya yang telah diwajibkan oleh Allah Ta'ala atas diri kita, serta memelihara nikmat yang agung ini sebagai nikmat hidayah yang abadi, yang bersifat umum dalam segala hal, baik nikmat kemuliaan, kepemimpinan, dan kehormatan.</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Itulah nikmat yang di dalamnya terdapat kesembuhan yang sebenarnya bagi dada manusia dari penyakit syubhat dan syahwat.</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Dengannya akan tercapai pengetahuan yang shahih terhadap berbagai kebenaran serta dapat membedakan pula yang buruk dari yang baik, dan yang jujur dari yang munafik. Dengan nikmat ini pula terwujud kesatuan yang sejati lagi sempurna bagi seluruh umat. Berulangnya bulan ini pada setiap tahunnya disebutkan oleh al-Qur-an dengan undang-undang persatuan yang abadi, sebuah Kitab yang selalu dibaca. Barangsiapa yang berpegang padanya maka ia akan selamat, dan barangsiapa yang mengikutinya maka ia akan mendapatkan petunjuknya, dan barangsiapa yang menyimpang darinya maka dia akan tersesat. Barangsiapa yang berhukum dengannya maka dia akan bersikap adil. Dan barangsiapa yang berbicara dengannya maka dia akan berbicara dengan benar, ia adalah tali Allah yang kuat dan jalan-Nya yang lurus serta petunjuk-Nya yang abadi bagi manusia secara keseluruhan.</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Pembahasan 3 KESUNGGUHAN RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM PADA BULAN RAMADHAN TIDAK SEPERTI KESUNGGUHAN BELIAU SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM PADA BULAN-BULAN LAINNYA</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Jika waktu atau tempat itu mulia maka akan mulia juga amal shalih yang dilakukan pada keduanya. Ketaatan di Makkah misalnya, lebih utama daripada di tempat lainnya. Amal kebajikan pada hari Jum'at lebih baik daripada hari lainnya. Yang termasuk seperti hal itu adalah bulan Ramadhan, karena keutamaannya, maka semua perbuatan baik yang dilakukan di dalamnya menjadi utama pula, misalnya shadaqah, qiyamul lail, membaca al-Qur-an, itikaf, dan umrah. Semua amal perbuatan di bulan Ramadhan tersebut lebih baik daripada dikerjakan di bulan-bulan lainnya.</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Hal tersebut telah ditunjukkan oleh hadits yang diriwayat-kan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dalam melakukan kebaikan, dan yang paling dermawan adalah apa yang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam lakukan pada bulan Ramadhan ketika beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dijumpai oleh Jibril. Dan Jibril Alaihissalam menemui beliau setiap malam pada bulan Ramadhan sampai bulan itu berakhir. Kepadanya, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan. Oleh karena itu, jika Jibril Alaihissalam menemui beliau, maka beliau adalah orang yang paling pemurah dalam kebaikan dibandingkan dengan angin yang diutus..." [1]</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Pada bulan Ramadhan, jiwa menjadi terangkat dari kesalahan dan kehinaan serta selamat dari ketertarikan pada materi dan keinginan naluri menuju kepada kejernihan yang membersihkan hati seseorang dengan bershadaqah, berderma, dan memberi.</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling mulia lagi paling dermawan, di mana jika beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam memberi sesuatu maka beliau tidak pernah takut susah dan tidak juga takut miskin. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa menyambut kedatangan bulan Ramadhan dengan limpahan kedermawanan, sehingga beliau adalah orang yang paling murah dengan perbuatan baik daripada angin yang dikirim, yang berhembus dengan kealamiahannya, dia giring awan di setiap lembah, serta dia tebarkan kesejukan pada setiap tempat.</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berusaha dengan sungguh-sungguh pada bulan Ramadhan, lebih gigih daripada bulan-bulan lainnya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersungguh-sungguh dalam shalat, bacaan al-Qur-an, dzikir, dan shadaqah. Dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkonsentrasi penuh pada bulan ini dan melepaskan diri dari berbagai kesibukan yang pada hakikatnya merupakan ibadah, tetapi beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam meninggalkan amal yang utama untuk mengerjakan apa yang lebih utama darinya.</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Dan para Salafush Shalih selalu mengikuti Nabi mereka Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hal itu, di mana mereka mengkhususkan bulan ini dengan meningkatkan perhatian serta berkonsentrasi penuh pada amal-amal shalih. Oleh karena itu, kita harus mengikuti mereka serta menempuh jalan mereka, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menggiring kita dalam rombongan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang ma'shum dan golongan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam yang baik lagi suci:</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo'a, 'Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami...'" [Al-Hasyr: 10]</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Di antara hal paling utama yang harus dikerjakan oleh orang yang berpuasa pada siang harinya adalah berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mendekatkan diri kepada-Nya, dengan mengucapkan tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil. Itulah amal-amal shalih yang manfaatnya tidak akan pernah berakhir dan pahalanya pun akan terus mengalir.</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Oleh karena itu, jika orang yang berpuasa telah memanfaatkan waktu siangnya untuk berpuasa dan membaca al-Qur-an, dan memanfaatkan waktu malamnya untuk qiyamul lail dengan bersujud dan ruku', serta menjaga anggota tubuhnya dari hal-hal yang dilarang, maka akan terwujud kebaikan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat, sebagaimana firman Allah:</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam naungan (yang teduh) dan (di sekitar) mata-mata air. Dan (mendapat) buah-buahan dari (macam-macam) yang mereka inginkan. (Dikatakan kepada mereka:) 'Makan dan minumlah kamu dengan enak karena apa yang telah kamu kerjakan.' Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.'" [Al-Mursalaat: 41-44]</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, "...Di antara petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan adalah memperbanyak berbagai macam ibadah... Dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam yang paling tampak adalah pada bulan Ramadhan. Hal itu tampak di mana beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam banyak bershadaqah, berbuat baik, membaca al-Qur-an, shalat, dzikir, dan i'tikaf. Dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengkhususkan pada bulan Ramadhan ini ibadah-ibadah yang tidak beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam khususkan pada bulan-bulan lainnya. Sehingga beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam terkadang menyambung waktu malam dan siangnya untuk beribadah...." [2]</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><em>[Disalin dari buku Meraih Puasa Sempurna, Diterjemahkan dari kitab Ash-Shiyaam, Ahkaam wa Aa-daab, karya Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath-Thayyar, Penerjemah Abdul Ghoffar EM, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]</em> __________</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><strong>Footnotes :</strong></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">[1]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. (Shahiih al-Bukhari (III/24) dan Shahiih Muslim (VII/ 73))</div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">[2]. Zaadul Ma’aad (II/32). </div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Oleh <span><strong>Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar</strong></span></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><ul style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px; list-style-type: square; margin-bottom: 10px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 10px; padding-bottom: 0px; padding-left: 25px; padding-right: 10px; padding-top: 0px;"><li>diedit kembali dan dicopy- Paste oleh :<em><span> <strong>Abu Muhammad Khafi Wa Qudsiy As- Sapati</strong></span></em></li>
</ul><div style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><span class=""><img alt="" class="photo_img img" src="http://a4.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/44795_1417122513004_1380861795_31125229_1261639_n.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; max-width: 493px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /></span></div>wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-55153965221608683272011-08-06T13:00:00.000+07:002013-06-24T23:47:59.709+07:00Dahsyatnya Sedekah di Bulan Ramadhan<div class="mbl notesBlogText clearfix" style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 20px; word-wrap: break-word; zoom: 1;"><div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><a href="http://photos-e.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc6/44793_1409816650362_1380861795_31106394_6605061_a.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="" border="0" class="photo_img img" height="200" src="http://photos-e.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc6/44793_1409816650362_1380861795_31106394_6605061_a.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-top: 0px; max-width: 493px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" width="196" /></a>Kedatangan bulan Ramadhan setiap tahunnya tak henti menjadi penghibur hati orang mukmin. Bagaimana tidak, beribu keutamaan ditawarkan di bulan ini. Pahala diobral, ampunan Allah bertebaran memenuhi setiap ruang dan waktu. Seorang yang menyadari kurangnya bekal yang dimiliki untuk menghadapi hari penghitungan kelak, tak ada rasa kecuali sumringah menyambut Ramadhan. Insan yang menyadari betapa dosa melumuri dirinya, tidak ada rasa kecuali bahagia akan kedatangan bulan Ramadhan.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Mukmin Sejati Itu Dermawan</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Salah satu pintu yang dibuka oleh Allah untuk meraih keuntungan besar dari bulan Ramadhan adalah melalui sedekah. Islam sering menganjurkan umatnya untuk banyak bersedekah. Dan bulan Ramadhan, amalan ini menjadi lebih dianjurkan lagi. Dan demikianlah sepatutnya akhlak seorang mukmin, yaitu dermawan. Allah dan Rasul-Nya memerintahkan bahkan memberi contoh kepada umat Islam untuk menjadi orang yang dermawan serta pemurah. Ketahuilah bahwa kedermawanan adalah salah satu sifat Allah Ta'ala, sebagaimana hadits:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">إن الله تعالى جواد يحب الجود ويحب معالي الأخلاق ويكره سفسافها</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Sesungguhnya Allah Ta'ala itu Maha Memberi, Ia mencintai kedermawanan serta akhlak yang mulia, Ia membenci akhlak yang buruk." (HR. Al Baihaqi, di shahihkan Al Albani dalam Shahihul Jami', 1744)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Dari hadits ini demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pelit dan bakhil adalah akhlak yang buruk dan bukanlah akhlak seorang mukmin sejati. Begitu juga, sifat suka meminta-minta, bukanlah ciri seorang mukmin. Bahkan sebaliknya seorang mukmin itu banyak memberi. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">اليد العليا خير من اليد السفلى واليد العليا هي المنفقة واليد السفلى هي السائلة</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Tangan di atas adalah orang yang memberi dan tangan yang dibawah adalah orang yang meminta." (HR. Bukhari no.1429, Muslim no.1033)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Selain itu, sifat dermawan jika di dukung dengan tafaqquh fiddin, mengilmui agama dengan baik, sehingga terkumpul dua sifat yaitu alim dan juud (dermawan), akan dicapai kedudukan hamba Allah yang paling tinggi. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">إنَّما الدنيا لأربعة نفر: عبد رزقه الله مالاً وعلماً فهو يتقي فيه ربه ويصل فيه رحمه، ويعلم لله فيه حقاً فهذا بأفضل المنازل</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Dunia itu untuk 4 jenis hamba: Yang pertama, hamba yang diberikan rizqi oleh Allah serta kepahaman terhadap ilmu agama. Ia bertaqwa kepada Allah dalam menggunakan hartanya dan ia gunakan untuk menyambung silaturahim. Dan ia menyadari terdapat hak Allah pada hartanya. Maka inilah kedudukan hamba yang paling baik." (HR. Tirmidzi, no.2325, ia berkata: "Hasan shahih")</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Keutamaan Bersedekah</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Allah Subhanahu Wa Ta'ala benar-benar memuliakan orang-orang yang bersedekah. Ia menjanjikan banyak keutamaan dan balasan yang menakjubkan bagi orang-orang yang gemar bersedekah. Terdapat ratusan dalil yang menceritakan keberuntungan, keutamaan, kemuliaan orang-orang yang bersedekah. Ibnu Hajar Al Haitami mengumpulkan ratusan hadits mengenai keutamaan sedekah dalam sebuah kitab yang berjudul Al Inaafah Fimaa Ja'a Fis Shadaqah Wad Dhiyaafah, meskipun hampir sebagiannya perlu dicek keshahihannya. Banyak keutamaan ini seakan-akan seluruh kebaikan terkumpul dalam satu amalan ini, yaitu sedekah. Maka, sungguh mengherankan bagi orang-orang yang mengetahui dalil-dalil tersebut dan ia tidak terpanggil hatinya serta tidak tergerak tangannya untuk banyak bersedekah.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Diantara keutamaan bersedekah antara lain:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">1. Sedekah dapat menghapus dosa.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">والصدقة تطفىء الخطيئة كما تطفىء الماء النار</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api." (HR. Tirmidzi, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi, 614)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Diampuninya dosa dengan sebab sedekah di sini tentu saja harus disertai taubat atas dosa yang dilakukan. Tidak sebagaimana yang dilakukan sebagian orang yang sengaja bermaksiat, seperti korupsi, memakan riba, mencuri, berbuat curang, mengambil harta anak yatim, dan sebelum melakukan hal-hal ini ia sudah merencanakan untuk bersedekah setelahnya agar 'impas' tidak ada dosa. Yang demikian ini tidak dibenarkan karena termasuk dalam merasa aman dari makar Allah, yang merupakan dosa besar. Allah Ta'ala berfirman:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi." (QS. Al A'raf: 99)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">2. Orang yang bersedekah akan mendapatkan naungan di hari akhir.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan tentang 7 jenis manusia yang mendapat naungan di suatu, hari yang ketika itu tidak ada naungan lain selain dari Allah, yaitu hari akhir. Salah satu jenis manusia yang mendapatkannya adalah:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">رجل تصدق بصدقة فأخفاها، حتى لا تعلم شماله ما تنفق يمينه</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Seorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, ia menyembunyikan amalnya itu sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya." (HR. Bukhari no. 1421)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">3. Sedekah memberi keberkahan pada harta.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">ما نقصت صدقة من مال وما زاد الله عبدا بعفو إلا عزا</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya." (HR. Muslim, no. 2588)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Apa yang dimaksud hartanya tidak akan berkurang? Dalam Syarh Shahih Muslim, An Nawawi menjelaskan: "Para ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud disini mencakup 2 hal: Pertama, yaitu hartanya diberkahi dan dihindarkan dari bahaya. Maka pengurangan harta menjadi 'impas' tertutupi oleh berkah yang abstrak. Ini bisa dirasakan oleh indera dan kebiasaan. Kedua, jika secara dzatnya harta tersebut berkurang, maka pengurangan tersebut 'impas' tertutupi pahala yang didapat, dan pahala ini dilipatgandakan sampai berlipat-lipat banyaknya."</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">4. Allah melipatgandakan pahala orang yang bersedekah.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Allah Ta'ala berfirman:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">إِنَّ الْمُصَّدِّقِينَ وَالْمُصَّدِّقَاتِ وَأَقْرَضُوا اللَّهَ قَرْضاً حَسَناً يُضَاعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ أَجْرٌ كَرِيمٌ</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak." (Qs. Al Hadid: 18)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">5. Terdapat pintu surga yang hanya dapat dimasuki oleh orang yang bersedekah.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">من أنفق زوجين في سبيل الله، نودي في الجنة يا عبد الله، هذا خير: فمن كان من أهل الصلاة دُعي من باب الصلاة، ومن كان من أهل الجهاد دُعي من باب الجهاد، ومن كان من أهل الصدقة دُعي من باب الصدقة</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Orang memberikan menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: "Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan". Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan shalat, ia akan dipanggil dari pintu shalat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah." (HR. Bukhari no.3666, Muslim no. 1027)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">6. Sedekah akan menjadi bukti keimanan seseorang.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">والصدقة برهان</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Sedekah adalah bukti." (HR. Muslim no.223)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">An Nawawi menjelaskan: "Yaitu bukti kebenaran imannya. Oleh karena itu shadaqah dinamakan demikian karena merupakan bukti dari Shidqu Imanihi (kebenaran imannya)"</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">7. Sedekah dapat membebaskan dari siksa kubur.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">إن الصدقة لتطفىء عن أهلها حر القبور</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Sedekah akan memadamkan api siksaan di dalam kubur." (HR. Thabrani, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib, 873)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">8. Sedekah dapat mencegah pedagang melakukan maksiat dalam jual-beli</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">يا معشر التجار ! إن الشيطان والإثم يحضران البيع . فشوبوا بيعكم بالصدقة</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Wahai para pedagang, sesungguhnya setan dan dosa keduanya hadir dalam jual-beli. Maka hiasilah jual-beli kalian dengan sedekah." (HR. Tirmidzi no. 1208, ia berkata: "Hasan shahih")</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">9. Orang yang bersedekah merasakan dada yang lapang dan hati yang bahagia.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan permisalan yang bagus tentang orang yang dermawan dengan orang yang pelit:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">مثل البخيل والمنفق ، كمثل رجلين ، عليهما جبتان من حديد ، من ثديهما إلى تراقيهما ، فأما المنفق : فلا ينفق إلا سبغت ، أو وفرت على جلده ، حتى تخفي بنانه ، وتعفو أثره . وأما البخيل : فلا يريد أن ينفق شيئا إلا لزقت كل حلقة مكانها ، فهو يوسعها ولا تتسع</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Perumpamaan orang yang pelit dengan orang yang bersedekah seperti dua orang yang memiliki baju besi, yang bila dipakai menutupi dada hingga selangkangannya. Orang yang bersedekah, dikarenakan sedekahnya ia merasa bajunya lapang dan longgar di kulitnya. Sampai-sampai ujung jarinya tidak terlihat dan baju besinya tidak meninggalkan bekas pada kulitnya. Sedangkan orang yang pelit, dikarenakan pelitnya ia merasakan setiap lingkar baju besinya merekat erat di kulitnya. Ia berusaha melonggarkannya namun tidak bisa." (HR. Bukhari no. 1443)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Dan hal ini tentu pernah kita buktikan sendiri bukan? Ada rasa senang, bangga, dada yang lapang setelah kita memberikan sedekah kepada orang lain yang membutuhkan.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang mengabarkan tentang manfaat sedekah dan keutamaan orang yang bersedekah. Tidakkah hati kita terpanggil?</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Kedermawanan Rasulullah di Bulan Ramadhan</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Rasul kita shallallahu 'alaihi wa sallam, teladan terbaik bagi kita, beliau adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanan beliau lebih dahsyat lagi di bulan Ramadhan. Hal ini diceritakan oleh Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أجود الناس ، وكان أجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل ، وكان يلقاه في كل ليلة من رمضان فيُدارسه القرآن ، فالرسول الله صلى الله عليه وسلم أجودُ بالخير من الريح المرسَلة</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur'an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus." (HR. Bukhari, no.6)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Dari hadits di atas diketahui bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada dasarnya adalah seorang yang sangat dermawan. Ini juga ditegaskan oleh Anas bin Malik radhiallahu'anhu:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">كان النبي صلى الله عليه وسلم أشجع الناس وأجود الناس</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling berani dan paling dermawan." (HR. Bukhari no.1033, Muslim no. 2307)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Namun bulan Ramadhan merupakan momen yang spesial sehingga beliau lebih dermawan lagi. Bahkan dalam hadits, kedermawanan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dikatakan melebihi angin yang berhembus. Diibaratkan demikian karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sangat ringan dan cepat dalam memberi, tanpa banyak berpikir, sebagaimana angin yang berhembus cepat. Dalam hadits juga angin diberi sifat 'mursalah' (berhembus), mengisyaratkan kedermawanan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki nilai manfaat yang besar, bukan asal memberi, serta terus-menerus sebagaimana angin yang baik dan bermanfaat adalah angin yang berhembus terus-menerus. Penjelasan ini disampaikan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Oleh karena itu, kita yang mengaku meneladani beliau sudah selayaknya memiliki semangat yang sama. Yaitu semangat untuk bersedekah lebih sering, lebih banyak dan lebih bermanfaat di bulan Ramadhan, melebihi bulan-bulan lainnya.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Dahsyatnya Sedekah di Bulan Ramadhan</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Salah satu sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberi teladan untuk lebih bersemangat dalam bersedekah di bulan Ramadhan adalah karena bersedekah di bulan ini lebih dahsyat dibanding sedekah di bulan lainnya. Diantara keutamaan sedekah di bulan Ramadhan adalah:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">1. Puasa digabungkan dengan sedekah dan shalat malam sama dengan jaminan surga.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Puasa di bulan Ramadhan adalah ibadah yang agung, bahkan pahala puasa tidak terbatas kelipatannya. Sebagaimana dikabarkan dalam sebuah hadits qudsi:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">كل عمل ابن آدم له الحسنة بعشر أمثالها إلى سبعمائة ضعف قال عز و جل : إلا الصيام فإنه لي و أنا الذي أجزي به</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Setiap amal manusia akan diganjar kebaikan semisalnya sampai 700 kali lipat. Allah Azza Wa Jalla berfirman: 'Kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.'" (HR. Muslim no.1151)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Dan sedekah, telah kita ketahui keutamaannya. Kemudian shalat malam, juga merupakan ibadah yang agung, jika didirikan di bulan Ramadhan dapat menjadi penghapus dosa-dosa yang telah lalu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">من قام رمضان إيماناً واحتساباً غفر له ما تقدم من ذنبه</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Orang yang shalat malam karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari no.37, 2009, Muslim, no. 759)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Ketiga amalan yang agung ini terkumpul di bulan Ramadhan dan jika semuanya dikerjakan balasannya adalah jaminan surga. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">إن في الجنة غرفا يرى ظاهرها من باطنها وباطنها من ظاهرها أعدها الله لمن ألان الكلام وأطعم الطعام وتابع الصيام وصلى بالليل والناس نيام</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Sesungguhnya di surga terdapat ruangan-ruangan yang bagian luarnya dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar. Allah menganugerahkannya kepada orang yang berkata baik, bersedekah makanan, berpuasa, dan shalat dikala kebanyakan manusia tidur." (HR. At Tirmidzi no.1984, Ibnu Hibban di Al Majruhin 1/317, dihasankan Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/47, dihasankan Al Albani di Shahih At Targhib, 946)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">2. Mendapatkan tambahan pahala puasa dari orang lain.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Kita telah mengetahui betapa besarnya pahala puasa Ramadhan. Bayangkan jika kita bisa menambah pahala puasa kita dengan pahala puasa orang lain, maka pahala yang kita raih lebih berlipat lagi. Subhanallah! Dan ini bisa terjadi dengan sedekah, yaitu dengan memberikan hidangan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">من فطر صائما كان له مثل أجره ، غير أنه لا ينقص من أجر الصائم شيئا</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Orang yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya." (HR. At Tirmidzi no 807, ia berkata: "Hasan shahih")</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Padahal hidangan berbuka puasa sudah cukup dengan tiga butir kurma atau bahkan hanya segelas air, sesuatu yang mudah dan murah untuk diberikan kepada orang lain.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يفطر على رطبات قبل أن يصلي فإن لم تكن رطبات فعلى تمرات فإن لم تكن حسا حسوات من ماء</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa berbuka puasa dengan beberapa ruthab (kurma basah), jika tidak ada maka dengan beberapa tamr (kurma kering), jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air." (HR. At Tirmidzi, Ahmad, Abu Daud, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi, 696)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Betapa Allah Ta'ala sangat pemurah kepada hamba-Nya dengan membuka kesempatan menuai pahala begitu lebarnya di bulan yang penuh berkah ini.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">3. Bersedekah di bulan Ramadhan lebih dimudahkan.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Salah satu keutamaan bersedekah di bulan Ramadhan adalah bahwa di bulan mulia ini, setiap orang lebih dimudahkan untuk berbuat amalan kebaikan, termasuk sedekah. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya manusia mudah terpedaya godaan setan yang senantiasa mengajak manusia meninggalkan kebaikan, setan berkata:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus." (Qs. Al A'raf: 16)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Sehingga manusia enggan dan berat untuk beramal. Namun di bulan Ramadhan ini Allah mudahkan hamba-Nya untuk berbuat kebaikan, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">إذا جاء رمضان فتحت أبواب الجنة ، وغلقت أبواب النار ، وصفدت الشياطين</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Jika datang bulan Ramadhan, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu." (HR. Bukhari no.3277, Muslim no. 1079)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Dan pada realitanya kita melihat sendiri betapa suasana Ramadhan begitu berbedanya dengan bulan lain. Orang-orang bersemangat melakukan amalan kebaikan yang biasanya tidak ia lakukan di bulan-bulan lainnya. Subhanallah.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Adapun mengenai apa yang diyakini oleh sebagian orang, bahwa setiap amalan sunnah kebaikan di bulan Ramadhan diganjar pahala sebagaimana amalan wajib, dan amalan wajib diganjar dengan 70 kali lipat pahala ibadah wajib diluar bulan Ramadhan, keyakinan ini tidaklah benar. Karena yang mendasari keyakinan ini adalah hadits yang lemah, yaitu hadits:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">يا أيها الناس قد أظلكم شهر عظيم ، شهر فيه ليلة خير من ألف شهر ، جعل الله صيامه فريضة ، و قيام ليله تطوعا ، و من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى فريضة فيما سواه ، و من أدى فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه ، و هو شهر الصبر و الصبر ثوابه الجنة ، و شهر المواساة ، و شهر يزاد فيه رزق المؤمن ، و من فطر فيه صائما كان مغفرة لذنوبه ، و عتق رقبته من النار ، و كان له مثل أجره من غير أن ينتقص من أجره شيء قالوا : يا رسول الله ليس كلنا يجد ما يفطر الصائم ، قال : يعطي الله هذا الثواب من فطر صائما على مذقة لبن ، أو تمرة ، أو شربة من ماء ، و من أشبع صائما سقاه الله من الحوض شربة لايظمأ حتى يدخل الجنة ، و هو شهر أوله رحمة و وسطه مغفرة و آخره عتق من النار ،</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Wahai manusia, telah datang kepada kalian bulan yang agung dan penuh berkah. Di dalamnya terdapat satu malam yang nilai (ibadah) di dalamnya lebih baik dari 1000 bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai perbuatan sunnah (tathawwu'). Barangsiapa (pada bulan itu) mendekatkan diri (kepada Allah) dengan satu kebaikan, ia seolah-olah mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa yang mengerjakan satu perbuatan wajib, ia seolah-olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan kesabaran itu balasannya surga. Ia (juga) bulan tolong-menolong, di mana di dalamnya rezki seorang Mukmin bertambah (ditambah). Barangsiapa (pada bulan itu) memberikan buka kepada seorang yang berpuasa, maka itu menjadi maghfirah (pengampunan) atas dosa-dosanya, penyelamatnya dari api neraka dan ia memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa (itu) sedikitpun." Kemudian para Sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, tidak semua dari kita memiliki makanan untuk diberikan sebagai buka orang yang berpuasa." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Allah memberikan pahala tersebut kepada orang yang memberikan buka dari sebutir kurma, atau satu teguk air atau susu. Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka."</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi, Al Hakim, Ibnu Khuzaimah (no. 1887) dan Al Ash-habani dalam At Targhib (178). Hadits ini didhaifkan oleh para pakar hadits seperti Al Mundziri dalam Targhib Wat Tarhib (2/115), juga oleh Dhiya Al Maqdisi di Sunan Al Hakim (3/400), bahkan dikatakan oleh Al Albani hadits ini Munkar, dalam Silsilah Adh Dhaifah (871).</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Ringkasnya, walaupun tidak terdapat kelipatan pahala 70 kali lipat pahala ibadah wajib di luar bulan Ramadhan, pada asalnya setiap amal kebaikan, baik di luar maupun di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan oleh Allah 10 sampai 700 kali lipat. Berdasarkan hadits:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">إن الله كتب الحسنات والسيئات ثم بين ذلك فمن هم بحسنة فلم يعملها كتبها الله له عنده حسنة كاملة فإن هو هم بها فعملها كتبها الله له عنده عشر حسنات إلى سبع مائة ضعف إلى أضعاف كثيرة</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">"Sesungguhnya Allah mencatat setiap amal kebaikan dan amal keburukan." Kemudian Rasulullah menjelaskan: "Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, namun tidak mengamalkannya, Allah mencatat baginya satu pahala kebaikan sempurna. Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, lalu mengamalkannya, Allah mencatat pahala baginya 10 sampai 700 kali lipat banyaknya." (HR. Muslim no.1955)</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Oleh karena itu, orang yang bersedekah di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan pahalanya 10 sampai 700 kali lipat karena sedekah adalah amal kebaikan, kemudian berdasarkan Al A'raf ayat 16 khusus amalan sedekah dilipatkan-gandakan lagi sesuai kehendak Allah. Kemudian ditambah lagi mendapatkan berbagai keutamaan sedekah. Lalu jika ia mengiringi amalan sedekahnya dengan puasa dengan shalat malam, maka diberi baginya jaminan surga. Kemudian jika ia tidak terlupa untuk bersedekah memberi hidangan berbuka puasa bagi bagi orang yang berpuasa, maka pahala yang sudah dilipatgandakan tadi ditambah lagi dengan pahala orang yang diberi sedekah. Jika orang yang diberi hidangan berbuka puasa lebih dari satu maka pahala yang didapat lebih berlipat lagi.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Subhanallah...</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Ayo jangan tunda lagi...</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">***</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Penulis: Yulian Purnama</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #323232; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: medium;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: 14px; line-height: 21px;"><br />
</span></span></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Artikel www.muslim.or.id</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><br />
</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #323232; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 21px;">Diedit dan dicopy- paste kembali oleh : <b>Abu Muhammad Khafi Wa Qudsiy As- Sapati</b></span></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #ffcc77; font-family: Arial, Tahoma, Helvetica, FreeSans, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">Dipublikasikan kembali oleh <a href="http://wanssapat.blogspot.com/" rel="nofollow" style="color: #77aaff; text-decoration: none;" target="_blank">http://wanssapat.blogspot.com</a> </span></div><br />
<div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><span class="photo_left" style="clear: left; float: left; max-width: 180px; padding-bottom: 5px; padding-left: 0px; padding-right: 10px; padding-top: 2px;"><span class="caption"></span></span><span class=""><span class="caption"></span></span><span class="photo_center" style="clear: both; padding-bottom: 10px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: center;"><img alt="" class="photo_img img" height="133" src="http://photos-a.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash2/40933_1409818690413_1380861795_31106396_792726_a.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: auto; margin-right: auto; margin-top: 0px; max-width: 493px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: center; width: 180px;" width="200" /><span class="caption" style="font-size: 9px; margin-bottom: 0px; margin-left: auto; margin-right: auto; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: center; width: 180px;"></span></span><span class="photo_right" style="clear: right; float: right; max-width: 180px; padding-bottom: 5px; padding-left: 10px; padding-right: 0px; padding-top: 2px;"><span class="caption"></span></span></div></div></div><form action="http://www.facebook.com/ajax/ufi/modify.php" class="live_425781661682_131325686911214 commentable_item autoexpand_mode" data-live="{"seq":13464674}" method="post" rel="async" style="color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 12px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><div style="text-align: left;"><span class="Apple-style-span" style="color: #6d84b4;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: normal;"><br />
</span></span></div></form>wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-66409891638123015342010-12-03T23:19:00.000+07:002010-12-03T23:19:34.397+07:00Puasa ‘Asyura, Tahun Baru Hijriah dan Muhasabah<div style="text-align: justify;">Segala puji bagi Allah pemelihara seluruh alam, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi dan Rasul mulia, Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya<em>. Wa ba’du.</em></div><div> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8wYsu1iURsAcrI3T4gZQAVSI8HqxaGiAu80rRWa438NdN3R_5jgmsYNqaAqvupGahyphenhyphenwo6ItNv1LotuXuj_13LtkWW1MQf1uaKA3GikM4AKblAy9NxQU128pGtMoeLaMbcL0fgOJbiRkw/s1600/muharram.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8wYsu1iURsAcrI3T4gZQAVSI8HqxaGiAu80rRWa438NdN3R_5jgmsYNqaAqvupGahyphenhyphenwo6ItNv1LotuXuj_13LtkWW1MQf1uaKA3GikM4AKblAy9NxQU128pGtMoeLaMbcL0fgOJbiRkw/s320/muharram.jpg" width="320" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di antara nikmat Allah <em>Ta’ala</em> yang diberikan atas hamba-hamba-Nya, adalah perguliran musim-musim kebaikan yang datang silih berganti, mengikuti gerak perputaran hari dan bulan. Supaya Allah <em>Ta’ala</em> mencukupkan ganjaran atas amal-amal mereka, serta menambahkan limpahan karunia-Nya.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><span id="more-1690"></span></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dan tidaklah musim haji yang diberkahi itu berlalu, melainkan datang sesudahnya bulan yang mulia, yaitu bulan muharam. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari Abu Hurairah <em>radiyallahu ‘anhu</em>, Nabi <em>shalallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong> أفضل الصيام بعد شهر رمضان شهر الله الذي تدعونه المحرم، وأفضل الصلاة بعد الفريضة قيام الليل . رواه مسلم في صحيحه</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong><em> </em></strong><em>“</em><em>Puasa yang paling utama setelah puasa bulan ramadhan adalah puasa pad</em><em>a bulan</em><em> Allah yang kalian sebut bulan muharam, dan sholat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.</em><em>“</em> (HR.Muslim)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Nabi<strong> </strong><em>shalallahu ‘alaihi wa sallam</em><em> </em>menamai bulan muharam dengan bulan Allah, ini menunjukan akan kemuliaan dan keutamaannya. Sesungguhnya Allah <em>Ta’ala </em>mengkhususkan sebagian makhluk-Nya terhadap sebagian yang lainnya, serta mengutamakannya dari sebagian yang lainnya.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Hasan al-Bashri <em>rahimahullahu</em><em> Ta’ala </em> berkata, “<em>Sesungguhnya Allah Ta’ala membuka tahun dengan bulan haram dan mengakhirinya dengan bulan haram, dan tidak ada bulan dalam setahun yang lebih mulia disisi Allah melebihi bulan ramadhan, karena sangat haramnya bulan tersebut.</em><em>“</em><em> </em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Di bulan muharam ada satu hari yang pada hari itu terjadi peristiwa besar serta kemenangan yang gemilang. Saat di mana kebenaran menang atas kebatilan, yaitu ketika Allah <em>Ta’ala </em>menyelamatkan Nabi Musa <em>‘alaihis sholatu was salaam</em> beserta kaumnya, dan menenggelamkan fir’aun beserta bala tentaranya. Ia adalah hari yang memiliki keutamaan yang agung dan kehormatan sejak dahulu. Ketahuilah, hari itu adalah hari yang kesepuluh dari bulan muharam, yang biasa disebut hari ‘Asyura.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Keutamaan Hari Asyura </strong><strong>d</strong><strong>an Berpuasa Pada Hari Itu</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Banyak hadits-hadits shahih yang bersumber dari Rasulullah<em> shal</em><em>l</em><em>allahu ‘alaihi wa sallam </em>mengenai keutamaan hari ‘asyura serta anjuran berpuasa pada hari tersebut, kami akan sebutkan beberapa contoh, di antaranya sebagai berikut:</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>في الصحيحين عن ابن عباس – رضي الله عنه – أنه سئل عن يوم عاشوراء فقال: ” ما رأيت رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يوماً يتحرى فضله على الأيام إلا هذا اليوم – يعني يوم عاشوراء – وهذا الشهر يعني رمضان “.</strong><strong> </strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>Dalam shahihain, dari Ibnu Abas radiyallahu ‘anhuma, bahwasanya beliau pernah ditanya tentang hari ‘Asyura, maka beliau menjawab: Aku tidak pernah melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam begitu menjaga keutamaan satu hari diatas hari-hari lainnya, melebihi hari ini (maksudnya, hari ‘asyura) dan bulan yang ini (maksudnya, bulan ramadhan).</em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Sebagaimana telah kami sebutkan di atas, bahwa hari ‘asyura memiliki keutamaan yang agung serta kehormatan sejak dahulu. Nabi Musa <em>‘alaihis sholatu was salaam</em><em> </em>berpuasa pada hari itu dikarenakan keutamaannya. Bahkan Ahlul Kitabpun melakukan puasa pada hari itu, demikian pula kaum Quraisy pada masa jahiliyah mereka berpuasa padanya.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em><em> </em>tatkala berada di Makkah, beliau berpuasa pada hari ‘asyura, namun tidak memerintahkan manusia. Ketika tiba di Madinah kemudian menyaksikan Ahlul kitab berpuasa serta memuliakan hari tersebut, dan beliau senang untuk mengikuti mereka terhadap apa-apa yang tidak diperintahkan dengannya, maka beliaupun berpuasa dan memerintahkan manusia untuk berpuasa. Setelah itu beliau pertegas perintah tersebut, serta memberi anjuran dan dorongan atasnya, hingga anak-anakpun diajak ikut berpuasa. Diriwayatkan dalam shahihain, dari Ibnu Abas <em>radiyallahu ‘anhuma</em><em> </em>berkata,</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>” قدم رسول الله – صلى الله عليه وسلم – المدينة فوجد اليهود صياماً يوم عاشوراء، فقال لهم رسول الله – صلى الله عليه وسلم -:{ ما هذا اليوم الذي تصومونه } قالوا:</strong><strong> </strong><strong> ( هذا يوم عظيم أنجى الله فيه موسى وقومه، وأغرق فرعون وقومه، فصامه موسى شكراً لله فنحن نصومه)، فقال – صلى الله عليه وسلم -: { فنحن أحق وأولى بموسى منكم } فصامه رسول الله – صلى الله عليه وسلم – وأمر بصيامه “</strong><strong> </strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>Ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, Beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘asyura. Maka Beliau bertanya kepada mereka, Hari apa ini hingga kalian berpuasa? Mereka menjawab: Ini adalah hari yang mulia di mana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya, serta menenggelamkan fir’aun beserta bala tentaranya. Maka sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Allah, Nabi Musa berpuasa pada hari ini, dan kamipun ikut berpuasa. Beliau lalu bersabda, “Sungguh kami lebih berhak dan lebih utama (untuk mengikuti Musa) dari pada kalian.” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berpuasa dan memerintahkan untuk berpuasa pada hari itu.</em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Diriwayatkan pula dalam shahihain, dari Rubayya’ binti Mu’awwidz berkata,</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>” أرسل رسول الله – صلى الله عليه وسلم – غداة عاشوراء إلى قرى الأنصار التي حول المدينة: { من كان أصبح منكم صائماً فليتم صومه، ومن كان أصبح منكم مفطراً فليتم بقية يومه }. فكنا بعد ذلك نصوم ونصوّم صبياننا الصغار منهم، ونذهب إلى المسجد فنجعل لهم اللعبة من العهن، فإذا بكى أحدهم على الطعام أعطيناه إياها حتى يكون عند الإفطار “. وفي رواية: ” فإذا سألونا الطعام أعطيناهم اللعبة نلهيهم حتى يتموا صومهم “.</strong><strong> </strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan pada pagi hari ‘asyura ke kampung-kampung kaum anshor di sekitar Madinah, dan berseru: Barang siapa yang berpuasa pada pagi ini, hendaklah menyempurnakan puasanya, dan barang siapa yang tidak berpuasa, hendaklah berpuasa pada sisa harinya. Maka kami berpuasa serta mengajak anak-anak untuk ikut berpuasa. Lalu kami beranjak menuju masjid dan membuatkan mereka mainan dari bulu, jika salah seorang dari mereka menangis minta makanan, kami berikan mainan tersebut agar mereka lalai hingga tiba waktu berbuka.” </em>Dan dalam riwayat lain: Jika mereka minta makanan, kami berikan mainannya agar tidak memikirkan lagi untuk makan, hingga dapat menyempurnakan puasanya.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Namun tatkala puasa ramadhan telah diwajibkan, Nabi<em> shalallahu ‘alaihi wa sallam </em>meninggalkan perintah atas para sahabatnya untuk puasa ‘asyura dan tidak lagi menegaskan perintahnya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam shahihain dari Ibnu Umar <em>radiyallahu ‘anhuma</em> berkata,</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong> صام النبي – صلى الله عليه وسلم – عاشوراء وأمر بصيامه فلما فرض رمضان ترك ذلك – أي ترك أمرهم بذلك وبقي على الاستحباب </strong><strong> </strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>“<em>Nabi</em> </strong><em>shalallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan puasa ‘asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Ketika puasa ramadhan diwajibkan, Rasulullah meninggalkan hal tersebut- yakni berhenti mewajibkan mereka mengerjakan dan hukumnya menjadi mustahab (sunah).”</em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Diriwayatkan pula dalam shahihain, dari Mu’awiyah <em>radiyallahu ‘anhuma</em><em> berkata, </em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>سمعت رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يقول: هذا يوم عاشوراء ولم يكتب الله عليكم صيامه وأنا صائم، فمن شاء فليصم ومن شاء فليفطر </strong><strong><br />
</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">“<em>Aku mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Hari ini adalah hari ‘asyura. Allah tidak mewajibkan atas kalian berpuasa padanya, tetapi Aku berpuasa, maka barang siapa yang ingin berpuasa, maka berpuasalah. Dan barang siapa yang ingin berbuka </em><em>(</em><em>tidak berpuasa) maka berbukalah. “</em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Hadits ini merupakan dalil akan dihapusnya kewajiban menunaikan puasa ‘asyura dan hukumnya menjadi sunah.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Di antara keutamaan bulan muharam, bahwa puasa pada hari ‘asyura dapat menghapus dosa-dosa setahun yang lalu. Imam Muslim meriwayatkan dalam shohihnya, dari Abu Qotadah,</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>أن رجلاً سأل النبي – صلى الله عليه وسلم – عن صيام يوم عاشوراء فقال: أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله<br />
</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Seorang laki-laki datang bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang pahala puasa hari ‘asyura. Maka Rasulullah menjawab: Aku berharap kepada Allah agar menghapus dosa-dosa setahun yang lalu.”</em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Saudara muslimku… saudari muslimahku:</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Pada akhir hayatnya, Nabi <em>shalallahu ‘alaihi wa sallam</em> bertekad untuk tidak berpuasa pada hari ‘asyura saja, tetapi menambahkan dengan puasa sehari lagi, agar menyelisihi puasanya Ahli Kitab. Dalam shahih Muslim, dari Ibnu Abas <em>radiyallahu ‘anhuma</em><em> berkata:</em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>” حين صام رسول الله – صلى الله عليه وسلم – عاشوراء وأمر بصيامه، قالوا: يا رسول الله إنه يوم تعظمه اليهود والنصارى “، فقال – صلى الله عليه وسلم -: { فإذا كان العام المقبل إن شاء الله صمنا التاسع } [أي مع العاشر مخالفةً لأهل الكتاب] قال: ( فلم يأت العام المقبل حتى توفي رسول الله – صلى الله عليه وسلم – ).</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>Ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa ‘asyura dan menganjurkan para sahab</em><em>a</em><em>tnya untuk berpuasa, mereka berkata: Wahai Rasulullah sesungguhnya ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, Maka beliau bersabda: Kalau begitu tahun depan Insya Allah kita akan berpuasa (pula) pada hari kesembilan (tasu’a). (yakni, bersamaan dengan puasa ‘asyura, untuk menyelisihi Ahli kitab). Ibnu </em><em>A</em><em>bas berkata: belum sampai tahun berikutnya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat.</em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Ibnul Qoyyim <em>rahimahullahu</em><em> </em><em> Ta’ala </em> berkata dalam kitabnya, Zaadu al-Ma’aad (II/76):</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>” مراتب الصوم ثلاثة: أكملها أن يصام قبله يوم وبعده يوم، ويلي ذلك أن يصام التاسع والعاشر، وعليه أكثر الأحاديث، ويلي ذلك إفراد العاشر وحده بالصوم “.</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>والأحوط أن يصام التاسع والعاشر والحادي عشر حتى يدرك صيام يوم عاشوراء.</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>Tingkatan puasa pada bulan muharam ada tiga: Tingkatan paling sempurna, yaitu berpuasa pada hari ‘asyura ditambah puasa sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya.<strong>[1]</strong> Tingkatan setelahnya, adalah berpuasa pada hari kesembilan (tasu’a) dan kesepuluh (‘asyura), sebagai mana yang diterangkan dalam banyak hadits.<strong>[2]</strong> Kemudian tingkatan terakhir adalah berpuasa pada hari kesepuluh (‘asyura) saja.</em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Namun untuk lebih berhati-hati, lebih utama berpuasa pada hari kesembilan, kesepuluh dan kesebelas, hingga bisa mendapatkan (keutamaan) puasa hari ‘asyura tersebut.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em> </em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Beberapa Bid’ah dan Penyimpangan Yang Terjadi Pada Hari Ini</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Ketauhuilah wahai saudaraku, sesungguhnya tidak disyariatkan bagimu melakukan suatu amal yang bukan berasal dari Rasulullah <em>shalallahu ‘alaihi wa sallam.</em> Di antara penyimpangan yang dilakukan sebagian orang pada hari ‘asyura, adalah memakai celak mata, menyemir (jenggot atau rambut) dengan pohon inai, mandi, melapangkan kebutuhan keluarga dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya, serta menyiapkan makanan khusus yang dihidangkan pada hari itu.[3] Seluruh perbuatan tersebut, pada hakekatnya hanya didasari oleh hadits-hadits maudhu’ (palsu) dan dhoif.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Adapula bid’ah lain yang banyak dilakukan orang-orang pada hari ‘asyura, diantaranya: mengkhususkan hari tersebut dengan doa tertentu, atau melakukan apa yang dikenal pada kalangan ahli bid’ah dengan nama <em>ruqyah ‘asyura.</em> Demikian juga perkara-perkara yang banyak dilakukan oleh firqoh rofidhoh (syiah) pada hari ‘asyura, yang sebenarnya sama sekali tidak ada asal tuntunan syariatnya. Termasuk dalam kemungkaran ini, menggelar acara peringatan Tahun Baru Hijriah, membagi-bagikan bingkisan dan bunga serta menjadikannya sebagai hari raya tahunan.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Tahun Baru </strong><strong>d</strong><strong>an Muhasabah</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Seiring datangnya Tahun Baru Hijriah, sudah sepantasnya bagi seorang muslim untuk melakukan muhasabah dan introspeksi diri. Hal ini merupakan jalan menuju petunjuk dan keselamatan. Orang cerdik itu, adalah mereka yang selalu menimbang dirinya serta beramal untuk bekal perjalanan setelah meninggal. Dan orang yang berakal, adalah mereka yang membiasakan dirinya menapaki jalan kebaikan dan melazimkan dirinya dengan syariat.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Manusia itu tidak terlepas dari dua keadaan, jika ia seorang yang muhsin (yang banyak berbuat kebaikan), (dengan muhasabah) akan bertambah kebaikannya, adapun jika ia seorang yang banyak lalai, maka ia akan menyesal dan segera bertaubat. Allah <em>Ta’ala</em> berfirman,</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong> يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ </strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan setiap diri memperkatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)…” </em>(QS. Al-Hasyr: 18).<em> </em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Ibnu katsir berkata tentang tafsir ayat ini, “<em>Yaitu, hendaklah kalian menghitung-hitung diri kalian sebelum kalian dihisab (pada hari kiamat), dan perhatikan apa yang telah kalian persiapkan berupa amal kebaikan sebagai bekal kembali dan menghadap kepada Rabb kalian.”</em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah telah menerangkan metode dan cara yang tepat untuk muhasabah. Beliau berkata:</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">“<em>Semua itu dimulai dengan muhasabah diri terhadap amalan-amalannya yang wajib, jika ia menemui kekurangan padanya, hendaklah berusaha menggantinya, baik dengan cara mengqodho atau dengan memperbaikinya. Selanjutnya muhasabah diri terhadap hal-hal yang dilarang, jika ia mendapatkan dirinya pernah terjerumus di dalamnya, hendaklah menyesalinya dengan bertaubat dan istigfar serta mengerjakan amal kebaikan sebagai peng</em><em>h</em><em>apus dosa-dosa tersebut. Setelah itu muhasabah diri yang berkenaan dengan kelalaian yang pernah dibuat,</em><em> </em><em>jika selama ini ia lalai akan maksud dan tujuan penciptaannya, maka ia segera menutupinya dengan dzikir dan menghadapkan diri seutuhnya kepada Allah Ta’ala.</em> ”</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Wahai saudaraku seiman seiring terbitnya fajar tahun baru ini, segerakan taubat dan hadapkan diri sepenuhnya kepada Allah <em>Ta’ala</em>. Lembaran-lembaran yang ada dihadapanmu masih dalam keadaan putih bersih, tanpa goresan sedikitpun. Maka berhati-hatilah jangan sampai kalian nodai dengan maksiat dan dosa. Segeralah melakukan introspeksi diri sebelum kalian dihisab, perbanyak dzikir dan istigfar kepada Allah, dan pilihlah teman-teman shaleh yang selalu menunjukanmu jalan kebaikan. Semoga Allah menjadikan tahun ini sebagai tahun kebaikan bagi islam dan kaum muslimin. Dan semoga pula Allah memanjangkan umur kita dalam ketaatan, kebaikan dan jauh dari perbuatan maksiat, serta menjadikan kita sebagai pewaris surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga serta para shahabatnya.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em> </em><br />
Oleh: Tim Daar al-qosim<br />
Penerjemah: Abu Ahmad Fuad Hamzah Baraba’, Lc.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">***<br />
<strong> </strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Catatan Tambahan dari Editor (Muhammad Abduh Tuasikal):</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Yang lebih tepat dalam melakukan puasa ‘Asyura ada dua tingkatan yaitu:</div><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li> Tingkatan yang lebih sempurna adalah berpuasa pada 9 dan 10 Muharram sekaligus.</li>
<li>Tingkatan di bawahnya adalah berpuasa pada 10 Muharram saja.[4]</li>
</ol><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Sebagian ulama berpendapat tentang dianjurkannya berpuasa pada hari ke-9, 10, dan 11 Muharram. Inilah yang dianggap sebagai tingkatan lain dalam melakukan puasa Asy Syura[5]. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas <em>radhiyallahu ‘anhuma</em>. Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam </em>bersabda,<br />
صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْماً أَوْ بَعْدَهُ يَوْماً</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">“<em>Puasalah pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram, pen) dan selisilah Yahudi. Puasalah pada hari sebelumnya atau hari sesudahnya</em>.”</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Khuzaimah, Ibnu ‘Adiy, Al Baihaqiy, Al Bazzar, Ath Thohawiy dan Al Hamidiy, namun sanadnya dho’if (lemah). Di dalam sanad tersebut terdapat Ibnu Abi Laila -yang nama aslinya Muhammad bin Abdur Rahman-, hafalannya dinilai jelek. Juga terdapat Daud bin ‘Ali. Dia tidak dikatakan tsiqoh kecuali oleh Ibnu Hibban. Beliau berkata, “Daud kadang <em>yukhti’</em> (keliru).” Adz Dzahabiy mengatakan bahwa hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah (dalil).</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Abdur Rozaq, Ath Thohawiy dalam <em>Ma’anil Atsar</em>, dan juga Al Baihaqi, dari jalan Ibnu Juraij dari ‘Atho’ dari Ibnu Abbas. Beliau <em>radhiyallahu ‘anhuma</em> berkata,<br />
خَالِفُوْا اليَهُوْدَ وَصُوْمُوْا التَّاسِعَ وَالعَاشِرَ</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">“<em>Selisilah Yahudi. Puasalah pada hari kesembilan dan kesepuluh Muharram</em>.” Sanad hadits ini adalah <em>shohih</em>, namun diriwayatkan secara <em>mauquf</em> (hanya dinilai sebagai perkataan sahabat).[6]<br />
<strong> </strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Catatan</strong>: Jika ragu dalam penentuan awal Muharram, maka boleh ditambahkan dengan berpuasa pada tanggal 11 Muharram. Imam Ahmad -rahimahullah- mengatakan, “<em>Jika ragu mengenai penentuan awal Muharram, maka boleh berpuasa pada tiga hari (hari 9, 10, dan 11 Muharram, pen) untuk kehati-hatian.</em>“[7]</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Artikel www.muslim.or.id</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em> </em></div><div style="text-align: justify;"> </div><hr size="1" style="margin-left: 0px; margin-right: 0px;" /> <div id="ftn1">[1] Akan tetapi hadits dalam masalah ini dhoi’f, sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.(pent)</div><div id="ftn2">[2] Inilah yang paling afdhol.(pent)</div><div id="ftn3">[3] Seperti bubur merah bubur putih, nasi tumpeng, dan makanan-makanan lain yang sengaja disiapkan untuk merayakan hari itu.(pent)</div><div id="ftn4">[4] Lihat <em>Tajridul Ittiba’</em>, Syaikh Ibrahim bin ‘Amir Ar Ruhaili, hal. 128, Dar Al Imam Ahmad, cetakan pertama, tahun 1428 H.</div><div id="ftn5">[5] Sebagaimana pendapat Ibnul Qayyim dalam <em>Zaadul Ma’ad</em>.</div><div id="ftn6">[6] Dinukil dari catatan kaki dalam kitab <em>Zaadul Ma’ad</em>, Ibnul Qayyim, 2/60, terbitan Darul Fikr yang ditahqiq oleh Syaikh Abdul Qodir Arfan.</div><div id="ftn7">[7] Lihat <em>Latho-if Al Ma’arif</em>, hal. 99.</div><div id="ftn7"> </div><div id="ftn7"> </div><div id="ftn7"> </div><div id="ftn7"><br />
Diedit & dicopy- paste Oleh : <a href="http://wanssapat.blogspot.com/"><b>Abu Muhammad Khafi Wa Qudsiy As- Sapati</b></a> </div>wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-63656959296815250802010-11-16T03:00:00.000+07:002010-11-16T03:00:00.658+07:00MERAIH TAQWA MELALUI IBADAH QURBAN<div style="text-align: justify;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/_4TpLqcUNycQ/TOGQzlKCePI/AAAAAAAAAHE/XaJjuizTRGk/s1600/images.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://4.bp.blogspot.com/_4TpLqcUNycQ/TOGQzlKCePI/AAAAAAAAAHE/XaJjuizTRGk/s1600/images.jpg" /></a><i><b>Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang meniti jalan mereka hingga akhir zaman. </b></i> </div><div style="text-align: justify;">Sebuah ayat yang menjadi pertanda disyari’atkannya ibadah qurban adalah firman Allah <i>Ta’ala</i>,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 14pt;">فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ</span></b></div><div style="text-align: justify;">“<i>Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).</i>” (QS. Al Kautsar: 2). Di antara tafsiran ayat ini adalah “<i>berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr)</i>”. Tafsiran ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu ‘Abbas, juga menjadi pendapat ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas) ulama.<a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftn1">[1]</a></div><div style="text-align: justify;">Penyembelihan qurban ketika hari raya Idul Adha disebut dengan <i>al udh-hiyah</i>, sesuai dengan waktu pelaksanaan ibadah tersebut.<a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftn2">[2]</a> Sehingga makna <i>al udh-hiyyah</i> menurut istilah syar’i adalah hewan yang disembelih dalam rangka mendekatkan diri pada Allah Ta’ala, dilaksanakan pada hari <i>an nahr</i> (Idul Adha) dengan syarat-syarat tertentu.<a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftn3">[3]</a></div><div style="text-align: justify;">Dari definisi ini, maka yang tidak termasuk dalam <i>al udh-hiyyah</i> adalah hewan yang disembelih bukan dalam rangka taqorrub pada Allah (seperti untuk dimakan, dijual, atau untuk menjamu tamu). Begitu pula yang tidak termasuk <i>al udh-hiyyah</i> adalah hewan yang disembelih di luar hari tasyriq walaupun dalam rangka taqarrub pada Allah. Begitu pula yang tidak termasuk <i>al udh-hiyyah</i> adalah hewan untuk aqiqah dan <i>al hadyu</i> yang disembelih di Mekkah.<a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftn4">[4]</a></div><div style="text-align: justify;"><b>Catatan</b>: Aqiqah adalah hewan yang disembelih dalam rangka mensyukuri nikmat kelahiran anak yang diberikan oleh Allah <i>Ta’ala</i>, baik anak laki-laki maupun perempuan. Sehingga aqiqah berbeda dengan <i>al udh-hiyyah</i> karena <i>al udh-hiyyah</i> dilaksanakan dalam rangka mensyukuri nikmat kehidupan, bukan syukur atas nikmat kelahiran si buah hati. Oleh karena itu, jika seorang anak dilahirkan ketika Idul Adha, lalu diadakan penyembelihan dalam rangka bersyukur atas nikmat kelahiran tersebut, maka sembelihan ini disebut dengan sembelihan aqiqah dan bukan <i>al udh-hiyyah</i>.<a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftn5">[5]</a></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: red;"><b>Hikmah di Balik Menyembelih Qurban</b></span></div><div style="text-align: justify;"><b>Pertama</b>: Bersyukur kepada Allah atas nikmat hayat (kehidupan) yang diberikan.</div><div style="text-align: justify;"><b>Kedua</b>: Menghidupkan ajaran Nabi Ibrahim –khlilullah (kekasih Allah)- <i>‘alaihis salaam</i> yang ketika itu Allah memerintahkan beliau untuk menyembelih anak tercintanya sebagai tebusan yaitu Ismail <i>‘alaihis salaam</i> ketika hari <i>an nahr</i> (Idul Adha).</div><div style="text-align: justify;"><b>Ketiga</b>: Agar setiap mukmin mengingat kesabaran Nabi Ibrahim dan Isma’il <i>‘alaihimas salaam</i>, yang ini membuahkan ketaatan pada Allah dan kecintaan pada-Nya lebih dari diri sendiri dan anak. Pengorbanan seperti inilah yang menyebabkan lepasnya cobaan sehingga Isma’il pun berubah menjadi seekor domba. Jika setiap mukmin mengingat kisah ini, seharusnya mereka mencontoh dalam bersabar ketika melakukan ketaatan pada Allah dan seharusnya mereka mendahulukan kecintaan Allah dari hawa nafsu dan syahwatnya.<a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftn6">[6]</a></div><div style="text-align: justify;"><b>Keempat</b>: Ibadah qurban lebih baik daripada bersedekah dengan uang yang semisal dengan hewan qurban.<a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftn7">[7]</a></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: red;"><b>Raihlah Ikhlas dan Takwa dari Sembelihan Qurban</b></span></div><div style="text-align: justify;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/_4TpLqcUNycQ/TOGQ9lqzjtI/AAAAAAAAAHI/_b4MmmdsTmw/s1600/sky_043.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/_4TpLqcUNycQ/TOGQ9lqzjtI/AAAAAAAAAHI/_b4MmmdsTmw/s1600/sky_043.jpg" /></a>Menyembelih qurban adalah suatu ibadah yang mulia dan bentuk pendekatan diri pada Allah, bahkan seringkali ibadah qurban digandengkan dengan ibadah shalat. Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt;">فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ</span></div><div style="text-align: justify;">“<i>Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan <span style="text-decoration: underline;">berqurbanlah</span></i>.” (QS. Al Kautsar: 2)</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt;">قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ</span></div><div style="text-align: justify;">“<i>Katakanlah: sesungguhnya shalatku, <span style="text-decoration: underline;">nusuk-ku,</span> hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.</i>” (QS. Al An’am: 162). Di antara tafsiran an nusuk adalah sembelihan, sebagaimana pendapat Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Jubair, Mujahid dan Ibnu Qutaibah. Az Zajaj mengatakan bahwa bahwa makna <i>an nusuk</i> adalah segala sesuatu yang mendekatkan diri pada Allah ‘azza wa jalla, namun umumnya digunakan untuk sembelihan.<a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftn8">[8]</a></div><div style="text-align: justify;">Ketahuilah, yang ingin dicapai dari ibadah qurban adalah keikhlasan dan ketakwaan, dan bukan hanya daging atau darahnya. Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt;">لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ</span></div><div style="text-align: justify;">“<i>Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, <span style="text-decoration: underline;">tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya</span></i>.” (QS. Al Hajj: 37)</div><div style="text-align: justify;">Ingatlah, bukanlah yang dimaksudkan hanyalah menyembelih saja dan yang Allah harap bukanlah daging dan darah qurban tersebut karena Allah tidaklah butuh pada segala sesuatu dan dialah yang pantas diagung-agungkan. Yang Allah harapkan dari qurban tersebut adalah keikhlasan, ihtisab (selalu mengharap-harap pahala dari-Nya) dan niat yang sholih. Oleh karena itu, Allah katakan (yang artinya), “<i>ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapai ridho-Nya</i>”. Inilah yang seharusnya menjadi motivasi ketika seseorang berqurban yaitu ikhlas, bukan riya’ atau berbangga dengan harta yang dimiliki, dan bukan pula menjalankannya karena sudah jadi rutinitas tahunan.<a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftn9">[9]</a></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: red;"><b>Menyembelih Qurban Wajib ataukah Sunnah?</b></span></div><div style="text-align: justify;">Menyembelih qurban adalah sesuatu yang disyari’atkan berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’ (konsensus kaum muslimin).<a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftn10">[10]</a> Namun apakah menyembelih tersebut wajib ataukah sunnah? Di sini para ulama memiliki beda pendapat.</div><div style="text-align: justify;"><b>[Pendapat pertama] Diwajibkan bagi orang yang mampu</b></div><div style="text-align: justify;">Yang berpendapat seperti ini adalah Abu Yusuf dalam salah satu pendapatnya, Rabi’ah, Al Laits bin Sa’ad, Al Awza’i, Ats Tsauri, dan Imam Malik dalam salah satu pendapatnya.</div><div style="text-align: justify;">Di antara dalil mereka adalah firman Allah <i>Ta’ala</i>,</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt;">فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ</span></div><div style="text-align: justify;">“<i>Dirikanlah shalat dan berkurbanlah (an nahr).</i>” (QS. Al Kautsar: 2). Hadits ini menggunakan kata perintah dan asal perintah adalah wajib. Jika Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam </i>diwajibkan hal ini, maka begitu pula dengan umatnya.<a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftn11">[11]</a> Dan masih ada beberapa dalil lainnya.</div><div style="text-align: justify;"><b>[Pendapat kedua] Sunnah dan Tidak Wajib</b></div><div style="text-align: justify;">Mayoritas ulama berpendapat bahwa menyembelih qurban adalah <i>sunnah mu’akkad</i>. Pendapat ini dianut oleh ulama Syafi’iyyah, ulama Hambali, pendapat yang paling kuat dari Imam Malik, dan salah satu pendapat dari Abu Yusuf (murid Abu Hanifah). Pendapat ini juga adalah pendapat Abu Bakr, ‘Umar bin Khottob, Bilal, Abu Mas’ud Al Badriy, Suwaid bin Ghafalah, Sa’id bin Al Musayyab, ‘Atho’, ‘Alqomah, Al Aswad, Ishaq, Abu Tsaur dan Ibnul Mundzir.</div><div style="text-align: justify;">Di antara dalil mayoritas ulama adalah sabda Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>,</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt;">إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ</span></div><div style="text-align: justify;">“<i>Jika masuk bulan Dzulhijah dan salah seorang dari kalian ingin menyembelih qurban, maka hendaklah ia tidak memotong sedikitpun dari rambut dan kukunya</i>.”<a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftn12">[12]</a> Yang dimaksud di sini adalah dilarang memotong rambut dan kuku shohibul qurban itu sendiri.</div><div style="text-align: justify;">Hadits ini mengatakan, “dan salah seorang dari kalian ingin”, hal ini dikaitkan dengan kemauan. Seandainya menyembelih qurban itu wajib, maka cukuplah Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> mengatakan, “<i>maka hendaklah ia tidak memotong sedikitpun dari rambut dan kukunya</i>”, tanpa disertai adanya kemauan.</div><div style="text-align: justify;">Begitu pula alasan tidak wajibnya karena Abu Bakar dan ‘Umar tidak menyembelih selama setahun atau dua tahun karena khawatir jika dianggap wajib<a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftn13">[13]</a>. Mereka melakukan semacam ini karena mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak mewajibkannya. Ditambah lagi tidak ada satu pun sahabat yang menyelisihi pendapat mereka. <a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftn14">[14]</a></div><div style="text-align: justify;">Dari dua pendapat di atas, kami lebih cenderung pada pendapat kedua (pendapat mayoritas ulama) yang menyatakan menyembelih qurban sunnah dan tidak wajib. Di antara alasannya adalah karena pendapat ini didukung oleh perbuatan Abu Bakr dan Umar yang pernah tidak berqurban. Seandainya tidak ada dalil dari hadits Nabi yang menguatkan salah satu pendapat di atas, maka cukup perbuatan mereka berdua sebagai hujjah yang kuat bahwa qurban tidaklah wajib namun sunnah (dianjurkan).</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt;">فَإِنْ يُطِيعُوا أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ يَرْشُدُوا</span></div><div style="text-align: justify;">“<i>Jika kalian mengikuti Abu Bakr dan Umar, pasti kalian akan mendapatkan petunjuk.</i>”<a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftn15">[15]</a></div><div style="text-align: justify;">Namun sudah sepantasnya seorang yang telah berkemampuan untuk menunaikan ibadah qurban ini agar ia terbebas dari tanggung jawab dan perselisihan yang ada. Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi mengatakan, “Janganlah meninggalkan ibadah qurban jika seseorang mampu untuk menunaikannya. Karena Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam </i>sendiri memerintahkan, “<i>Tinggalkanlah perkara yang meragukanmu kepada perkara yang tidak meragukanmu</i>.” <span style="text-decoration: underline;">Selayaknya bagi mereka yang mampu agar tidak meninggalkan berqurban. Karena dengan berqurban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan. </span><i>Wallahu a'lam</i>.”<a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftn16">[16]</a></div><div style="text-align: justify;"><i>Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah. Semoga Allah memudahkan kita untuk melakukan ibadah yang mulia ini dan menerima setiap amalan sholih kita. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala amalan menjadi sempurna. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya.</i></div><div style="text-align: justify;"><b> </b></div><div style="text-align: justify;">Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal</div><div style="text-align: justify;">Artikel <a href="http://rumaysho.com/">http://rumaysho.com</a></div><div style="text-align: justify;">Pangukan, Sleman, sore hari, 12 Dzulqo’dah 1430 H</div><div style="text-align: justify;"><br clear="all" /></div><hr style="margin-left: 0px; margin-right: 0px;" /><div style="text-align: justify;"><a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftnref1">[1]</a> Lihat <i>Zaadul Masiir</i>, Ibnul Jauzi, 6/195, Mawqi’ At Tafaasir.</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftnref2">[2]</a> Lihat <i>Shahih Fiqih Sunnah</i>, Abu Malik Kamal bin As Sayid Salim, 2/366, Maktabah At Taufiqiyyah, cetakan tahun 2003.</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftnref3">[3]</a> Lihat <i>Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, </i>2/1525, Multaqo Ahlul Hadits.</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftnref4">[4]</a> Idem</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftnref5">[5]</a> Lihat <i>Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, </i>2/1526.</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftnref6">[6]</a> Lihat <i>Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, </i>2/1528.</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftnref7">[7]</a> Lihat <i>Shahih Fiqih Sunnah</i>, 2/379.</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftnref8">[8]</a> Lihat <i>Zaadul Masiir</i>, 2/446.</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftnref9">[9]</a> Lihat penjelasan yang sangat menarik dari Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dalam <i>Taisir Karimir Rahman fii Tafsiri Kalamil Mannan</i>, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1420 H.</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftnref10">[10]</a> Lihat <i>Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, </i>2/1527.</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftnref11">[11]</a> Lihat <i>Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, </i>2/1529.</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftnref12">[12]</a> HR. Muslim no. 1977, dari Ummu Salamah.</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftnref13">[13]</a> Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ no. 1139 menyatakan bahwa riwayat ini <i>shahih</i>.</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftnref14">[14]</a> Lihat <i>Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, </i>2/1529.</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftnref15">[15]</a> HR. Muslim no. 681.</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2767-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html#_ftnref16">[16]</a> <i>Adhwa-ul Bayan fii Iidhohil Qur’an bil Qur’an</i>, hal. 1120, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah Beirut, cetakan kedua, tahun 2006.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Diedit & dicopy- paste Oleh : <a href="http://wanssapat.blogspot.com/"><b>Abu Muhammad Khafi Wa Qudsiy As- Sapati</b></a><span class="atas"> </span></div>wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-56119349392611428992010-10-28T16:29:00.000+07:002010-10-28T16:29:30.897+07:00Kewajiban Mensyukuri Nikmat<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/_4TpLqcUNycQ/TMlBtg-qOrI/AAAAAAAAAG8/5mp4t8SX9eI/s1600/doa_34.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="155" src="http://4.bp.blogspot.com/_4TpLqcUNycQ/TMlBtg-qOrI/AAAAAAAAAG8/5mp4t8SX9eI/s320/doa_34.jpg" width="320" /></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div style="text-align: justify;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_4TpLqcUNycQ/TMlBveEAqzI/AAAAAAAAAHA/Qv4xNHDQEwM/s1600/bersyukur.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><br />
<span class="fnu">الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي اْلآخِرَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ. يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي اْلأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ الرَّحِيمُ الْغَفُورُ<br />
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْبَشِيْرُ النَّذِيْرُ وَالسِّرَاجُ المُنِيْرُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:<br />
أَيُّهَا النََّاسُ، لَقَدْ قَالَ الله ُعَزَّ وَجَلَّ فِيْ كِتَابِِِهِ الْكَرِيْمِ:<br />
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ<br />
“Wahai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian. Adakah Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rizki kepada kalian dari langit dan bumi? Tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar selain dia, maka mengapa kalian berpaling?” (Fathir: 3)<br />
Di dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada seluruh manusia agar mereka mengingat nikmat-nikmat-Nya. Karena yang demikian ini akan mendorong seseorang untuk bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.</span><a href="http://2.bp.blogspot.com/_4TpLqcUNycQ/TMlBveEAqzI/AAAAAAAAAHA/Qv4xNHDQEwM/s1600/bersyukur.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/_4TpLqcUNycQ/TMlBveEAqzI/AAAAAAAAAHA/Qv4xNHDQEwM/s1600/bersyukur.jpg" /></a><br />
<span class="fnu"> <br />
Kaum muslimin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah Subhanahu wa Ta'ala,<br />
Ketahuilah, bahwa bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menyebabkan terjaganya nikmat yang dikaruniakan kepada seseorang dan menyebabkan datangnya nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang lainnya. Namun sebagaimana diterangkan oleh Al-Imam Ibnu Al-Qayyim rahimahullahu, syukur itu tidak akan terwujud kecuali jika terbangun di atas lima perkara. Yaitu dengan merendahkan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, mencintai-Nya, mengakui bahwa nikmat tersebut merupakan karunia dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, memuji Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan lisannya, dan tidak menggunakan nikmat tersebut untuk perkara yang dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Oleh karena itu, sudah semestinya bagi kita untuk melihat kembali usaha kita dalam mewujudkan rasa syukurnya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena apabila salah satu dari lima perkara yang harus dipenuhi tersebut tidak dilakukan, maka belum dikatakan orang tersebut telah bersyukur.<br />
Dengan demikian, bersyukur itu tidaklah cukup dengan mengucapkan alhamdulillah atau dengan sekadar menyadari bahwa nikmat tersebut datangnya dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bahkan tidak cukup pula meskipun kemudian dia tunjukkan dengan menghinakan diri serta tidak menyombongkan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Akan tetapi harus dilengkapi dengan mencintai Allah Subhanahu wa Ta'ala dan membuktikan cintanya tersebut dengan menggunakan nikmat-nikmat tersebut di jalan yang diridhai-Nya.<br />
<br />
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,<br />
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberitakan dalam ayat-Nya, bahwa keridhaan-Nya hanya akan diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang bersyukur, sebagaimana dalam firman-Nya:<br />
وَإِنْ تَشْكُرُوْا يَرْضَهُ لَكُمْ<br />
“Dan jika kalian bersyukur, niscaya Dia akan meridhai kalian (dari perbuatan syukur tersebut).” (Az-Zumar: 7)<br />
Oleh karena itu, sudah semestinya bagi orang-orang yang mengharapkan surga Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk memperbaiki dirinya dalam bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena kalau tidak demikian, maka bisa jadi seseorang menyangka dirinya telah bersyukur namun ternyata tidak demikian kenyataannya. Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagaimana dalam firman-Nya, telah membagi manusia menjadi dua kelompok. Yaitu kelompok orang-orang yang bersyukur dan kelompok orang-orang yang kufur, sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:<br />
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيْلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُوْرًا<br />
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; maka (manusia) ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (Al-Insan: 3)<br />
Maka marilah kita berusaha melihat pada diri kita masing-masing. Pada kelompok yang mana kita berada? Sudahkah kita mensyukuri nikmat waktu, nikmat sehat, penglihatan, pendengaran, lisan dan lain-lainnya dengan menggunakannya untuk beribadah di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala? Sudahkah kita mensyukuri nikmat yang dikaruniakan-Nya kepada kita, kemudahan dalam sarana transportasi dan komunikasi serta yang semisalnya untuk digunakan di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala? Ataukah justru sarana tersebut digunakan untuk bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala?<br />
<br />
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,<br />
Ingatlah, bahwa nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang dikaruniakan kepada kita sangat banyak dan kita akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Oleh karena itu, marilah kita mensyukuri nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala dan jangan mengkufurinya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mencontohkan kepada umatnya dan menganjurkan umatnya untuk mensyukuri nikmat. Tersebut di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim rahimahumallah dalam Shahih keduanya, melalui jalan sahabat Anas radhiyallahu 'anhu: Bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melewati sebiji kurma ketika sedang berjalan, maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:<br />
لَوْلاَ أَنْ تَكُوْنَ مِنَ الصَّدَقَةِ لَأَكَلْتُهَا <br />
“Kalaulah bukan (karena aku takut) kurma tersebut dari shadaqah, sungguh aku akan memakannya.”<br />
Dari satu hadits ini saja, kita bisa mengetahui betapa besarnya perhatian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala, sehingga tidak membiarkan meskipun hanya sebiji kurma untuk dibuang dan rusak tanpa dimanfaatkan. Kalau kita bandingkan dengan keadaan sebagian kita, akan kita dapatkan perbedaan yang sangat jauh. Makanan yang dibuang sia-sia merupakan pemandangan yang mungkin setiap hari dijumpai di sebagian rumah kita. Baik karena berlebihan dalam memasaknya atau membelinya yang kemudian menjadi rusak dan busuk sehingga kemudian dibuang sia-sia. Padahal terkadang makanan tersebut bukanlah makanan yang murah harganya atau mudah mendapatkannya. Sementara di sekitar rumahnya banyak orang-orang fakir miskin yang tidak memiliki makanan. Sudah semestinya bagi kita semua untuk berusaha memperbaiki dirinya dalam bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.<br />
<br />
Saudara-saudaraku yang mudah-mudahan dirahmati Allah Subhanahu wa Ta'ala,<br />
Ketahuilah, bahwa seseorang apabila tidak mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka dia akan berada pada satu dari dua keadaan. Kemungkinan yang pertama, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengambil nikmat tersebut darinya dan kemungkinan yang kedua, nikmat tersebut akan terus bersamanya namun akan menambah beratnya siksa di akhirat kelak. Maka tentunya kita semua tidak ingin terjatuh pada salah satu dari kedua keadaan tersebut.<br />
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ<br />
“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa dibiarkannya mereka (terus mendapat nikmat) adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami membiarkan mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka nantinya adzab yang menghinakan.” (Ali ‘Imran: 178)<br />
اللَّهُمَّ أَعِنَّا عَلى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ. وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ <br />
<br />
<br />
Khutbah Kedua<br />
<br />
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ، الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، مَالِكُ يَوْمِ الدِّيْنِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ بَعَثَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْن وَحُجَّةً عَلَى الْمُعَانِدِيْنَ وَمِنَّةً عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ أَجمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ: <br />
أيُّهَا النََّاسُ، يَقُوْلَُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فِيْ كِتَابِِِهِ الكَرِيْم:<br />
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلاَ تَكْفُرُونِ<br />
“Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku, dan bersyukurlah kalian kepada-Ku, dan janganlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku.” (Al-Baqarah: 152)<br />
<br />
Hadirin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah Subhanahu wa Ta'ala,<br />
Ketahuilah, bahwa nikmat yang paling besar yang Allah Subhanahu wa Ta'ala karuniakan kepada hamba-hamba-Nya adalah nikmat ber-Islam dan memahaminya dengan pemahaman yang benar. Yaitu memahaminya sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para sahabatnya. Karena seseorang yang telah mendapatkan nikmat tersebut berarti dia telah mengikuti satu-satunya jalan yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang akan mengantarkan dirinya pada kebahagiaan yang selamanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:<br />
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلَامَ دِينًا<br />
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al-Ma`idah: 3)<br />
<br />
Saudara-saudaraku seiman yang semoga senantiasa dirahmati Allah Subhanahu wa Ta'ala,<br />
Besarnya nikmat ber-Islam dan memahaminya dengan pemahaman yang benar tersebut akan dirasakan oleh seseorang, ketika dia melihat bagaimana keadaan orang-orang yang tidak mendapatkan nikmat ini. Betapa banyak orang-orang yang tersesat sehingga mengikuti akidah orang-orang kafir dan musyrikin. Betapa banyak orang-orang yang menyimpang karena mengikuti aturan-aturan yang diada-adakan oleh pemimpinnya atau pendiri kelompoknya sendiri. Begitu pula, betapa banyak orang-orang yang tersesat karena hanya mengikuti kebiasaan atau tradisi masyarakatnya yang mengada-adakan amal ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Maka, orang-orang yang benar-benar mengikuti ajaran Islam dan memahaminya dengan pemahaman yang benar, sungguh dirinya telah diselamatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dari berbagai bentuk kesesatan.<br />
<br />
Hadirin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah Subhanahu wa Ta'ala,<br />
Besarnya nikmat Islam dan hidayah memahami agama Islam dengan benar juga akan dirasakan manakala seseorang mengetahui janji Allah Subhanahu wa Ta'ala bagi orang-orang yang mendapatkan nikmat ini dan ancaman-Nya bagi orang-orang yang tidak mendapatkannya. Sebagaimana dalam firman-Nya:<br />
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي مَقَامٍ أَمِينٍ. فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ. يَلْبَسُونَ مِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ مُتَقَابِلِينَ. كَذَلِكَ وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ. يَدْعُونَ فِيهَا بِكُلِّ فَاكِهَةٍ آمِنِينَ. لاَ يَذُوقُونَ فِيهَا الْمَوْتَ إِلاَّ الْمَوْتَةَ اْلأُولَى وَوَقَاهُمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ. فَضْلاً مِنْ رَبِّكَ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ<br />
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam tempat yang aman. (Yaitu) di dalam taman-taman dan mata air-mata air. Mereka memakai sutera yang halus dan sutera yang tebal, (duduk) berhadap-hadapan. Demikian pula Kami berikan kepada mereka bidadari. Di dalamnya mereka meminta segala macam buah-buahan dengan aman (dari segala kekhawatiran). Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia dan Allah memelihara mereka dari adzab neraka. Sebagai karunia dari Rabbmu. Yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar.” (Ad-Dukhan: 51-57)<br />
Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan balasan bagi orang-orang yang tidak mendapatkan nikmat Islam di dalam firman-Nya:<br />
وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ اْلأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَهُمْ<br />
“Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang dan neraka Jahannam adalah tempat tinggal mereka.” (Muhammad: 12)<br />
Maka marilah kita berusaha untuk mensyukuri nikmat yang paling besar ini. Meskipun nikmat yang lainnya pun tidak boleh disepelekan. Namun nikmat mengikuti agama Islam merupakan nikmat yang paling besar dan tidak bisa dikalahkan oleh nikmat apapun. Sekalipun dibandingkan dengan orang mendapatkan nikmat dunia dan seisinya, namun tidak mendapatkan nikmat Islam. Marilah kita bersungguh-sungguh dalam mempelajari dan mengamalkannya. Tidak sekadar mengikuti kebanyakan atau keumuman orang. Tidak pula dengan mengandalkan semangat tanpa dilandasi ilmu. Namun harus didasarkan kepada Al-Qur`an dan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam serta memahami keduanya dengan bimbingan para ulama yang mengikuti jalan generasi terbaik umat ini. Yaitu jalannya para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena mereka adalah orang-orang yang telah mempelajari agama ini dari lisan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengetahui bagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mempraktikkan agama ini.<br />
Dengan demikian kita akan diselamatkan dari berbagai ajaran yang menyimpang dan selanjutnya mendapatkan janji Allah Subhanahu wa Ta'ala, yaitu kenikmatan surga pada kehidupan yang selamanya nanti. Wallahu a’lam bish-shawab.<br />
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِه أَجْمَعِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span class="atas">Penulis : Al-Ustadz Saifuddin Zuhri, Lc.</span></div><div style="text-align: justify;"><span class="atas">Ahad, 18 Mei 2008 - 18:45:51</span><span class="atas"> </span></div><div style="text-align: justify;"><span class="atas">Dari : http://www.asysyariah.com </span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Diedit & dicopy- paste Oleh : <a href="http://wanssapat.blogspot.com/"><b>Abu Muhammad Khafi Wa Qudsiy As- Sapati</b></a><span class="atas"> </span><span class="fnu"> </span></div>wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-9858847027983940722010-10-23T21:43:00.000+07:002010-10-23T21:43:45.144+07:00Keutamaan Mengucapkan Salam<div style="text-align: justify;"> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_4TpLqcUNycQ/TML0RJNQOII/AAAAAAAAAGI/TKTy5jnD6so/s1600/assalamualaikum1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="146" src="http://2.bp.blogspot.com/_4TpLqcUNycQ/TML0RJNQOII/AAAAAAAAAGI/TKTy5jnD6so/s400/assalamualaikum1.jpg" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Allah Ta’ala berfirman:</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>يَا</strong><strong> </strong><strong>أَيُّهَا</strong><strong> </strong><strong>الَّذِينَ آمَنُوا</strong><strong> </strong><strong>لا</strong><strong> </strong><strong>تَدْخُلُوا</strong><strong> </strong><strong>بُيُوتًا</strong><strong> </strong><strong>غَيْرَ</strong><strong> </strong><strong>بُيُوتِكُمْ</strong><strong> </strong><strong>حَتَّى</strong><strong> </strong><strong>تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا</strong><strong> </strong><strong>عَلَى</strong><strong> </strong><strong>أَهْلِهَا</strong><strong></strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah yang bukan rumah kalian sebelum kalian meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya.” </em>(QS. An-Nur: 27)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Allah Ta’ala berfirman:</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>تَحِيَّةً</strong><strong> </strong><strong>مِّنْ</strong><strong> </strong><strong>عِندِ</strong><strong> </strong><strong>اللَّهِ</strong><strong> </strong><strong>مُبَارَكَةً</strong><strong></strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Salam yang ditetapkan dari sisi Allah yang berberkah.”</em> (QS. An-Nur: 61)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dari Abdullah bin Amr -radhiallahu anhu- dia berkata: Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Islam apakah yang paling baik?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ</strong><strong></strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Kamu memberi makan, mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal”.</em> (HR. Al-Bukhari no. 11, 27 dan Muslim no. 39)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dari Al-Barra` bin Azib -radhiallahu ‘anhu- dia berkata:</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ وَنَهَانَا عَنْ سَبْعٍ أَمَرَنَا بِعِيَادَةِ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعِ الْجِنَازَةِ وَتَشْمِيتِ الْعَاطِسِ وَإِجَابَةِ الدَّاعِي وَإِفْشَاءِ السَّلَامِ وَنَصْرِ الْمَظْلُومِ وَإِبْرَارِ الْمُقْسِمِ وَنَهَانَا عَنْ خَوَاتِيمِ الذَّهَبِ وَعَنْ الشُّرْبِ فِي الْفِضَّةِ أَوْ قَالَ آنِيَةِ الْفِضَّةِ وَعَنْ الْمَيَاثِرِ وَالْقَسِّيِّ وَعَنْ لُبْسِ الْحَرِيرِ وَالدِّيبَاجِ وَالْإِسْتَبْرَقِ</strong><strong> </strong><strong></strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami dengan tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara: (1)Beliau memerintahkan untuk menjenguk orang sakit, (2)mengiringi jenazah, (3)mendoakan orang yang bersin, (4)memenuhi undangan, (5) </em><em>menyebarkan salam, (6)menolong orang yang terzhalimi, serta (7)melaksanakan sumpah. Dan beliau melarang kami (1)memakai cincin dari emas, (2)minum dari bejana yang terbuat dari perak, (3)mayasir, (4)qassiy, (5)harir, (6)dibaj, dan (7)istabraq (semua jenis pakaian yang terbuat dari sutera atau campuran sutera).”</em> (HR. Al-Bukhari no. 2265,5204,5414,5754,5766 dan Muslim no. 2066)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dari Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu- dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ</strong><strong></strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman, dan tidaklah kalian beriman hingga kalian saling menyayangi. Maukan kalian aku tunjukkan atas sesuatu yang mana apabila kalian mengerjakannya niscaya kalian akan saling menyayangi. Sebarkanlah salam di antara kalian.”</em> (HR. Muslim no. 54)<span id="more-1672"></span></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Penjelasan ringkas:</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Ucapan salam termasuk dari salah satu syiar Islam yang paling nampak, Allah menjadikannya sebagai ucapan selamat di antara kaum muslimin dan Dia menjadikannya sebagai salah satu dari hak-hak seorang muslim dari saudaranya. Rasul-Nya -alaihishshalatu wassalam- juga telah memerintahkan untuk menyebarkan syiar ini dan beliau mengabarkan bahwa menyebarkan salam termasuk dari sebab-sebab tersebarnya rasa cinta dan kasih sayang di tengah-tengah kaum muslimin, yang mana tersebarya cinta dan kasih sayang di antara mereka merupakan salah satu sebab untuk masuk ke dalam surga.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Ucapan salam termasuk ucapan yang berberkah, dan di antara keberkahannya adalah jika dia didengar maka hati orang yang mendengarnya akan dengan ikhlas segera menjawab dan mendatangi orang yang mengucapkannya. (Al-Fath: 11/18) Karenanya tidak sepantasnya seorang muslim membatasi ucapan salam hanya untuk sebagian orang (yakni yang dia kenal) dan tidak kepada yang lainnya (yang dia tidak kenal). Bahkan di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah dia mengucapkan salam kepada orang yang tidak dia kenal sebagaimana kepada orang yang dia kenal.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Para ulama menyatakan bahwa hukum memulai mengucapkan salam kepada orang lain adalah sunnah sementara menjawabnya adalah fardhu kifayah. Maksudnya jika dia berada dalam sekelompok orang lantas ada seseorang atau lebih yang mengucapkan salam kepada mereka lalu sebagian di antara kelompok orang itu ada yang menjawab maka sudah gugur kewajiban dari yang lainnya. Adapun jika dia sendirian maka tentunya diwajibkan atas dirinya untuk menjawabnya.</div><div style="text-align: justify;"> Karenanya, di antara musibah di zaman ini adalah digantinya ucapan salam ini dengan ucapan yang diimpor dari negeri kafir semacam ‘selamat pagi’ dan semacamnya, padahal ucapan salam ini adalah sebuah ucapan tahiyah (penghormatan) dari sisi Allah yang berberkah lagi baik. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fath (11/14), “Para ulama sepakat bahwa barangsiapa yang mengucapkan salam maka tidak syah menjawabnya kecuali juga dengan ucapan salam, dan tidak syah (yakni tidak menggugurkan kewajibannya, pent.) menjawabnya dengan ‘selamat pagi’ atau ‘kebahagiaan untukmu di waktu pagi’ dan semacamnya.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><div class="prefix" style="text-align: justify;">by <b>Abu Muawiah </b></div><div class="prefix" style="text-align: justify;"><b> </b><u>January 12th 2010</u> </div><div> </div><div style="text-align: justify;">26 Muharram</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Dari :<b> </b></strong><b>http://al-atsariyyah.com</b><br />
Diedit & dicopy- paste Oleh : <a href="http://wanssapat.blogspot.com/"><b>Abu Muhammad Khafi Wa Qudsiy As- Sapati</b></a></div><div style="text-align: justify;">Dipublikasikan kembali oleh <a href="http://wanssapat.blogspot.com/" rel="nofollow" target="_blank">http://wanssapat.blogspot.com/</a> </div> </div>wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-73214765184121848282010-09-01T22:51:00.006+07:002010-09-05T02:18:32.401+07:00BAKTI KEPADA ORANG TUATerdapat banyak ayat yang mendudukkan ridha orang tua setelah ridha Allah dan keutamaan berbakti kepada orang tua adalah sesudah keutamaan beriman kepada Allah. Allah berfirman yang artinya, <i>“Dan Kami perintahkan kepada manusia kepada dua orang ibu-bapanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.”</i> (QS. Lukman: 14). Lihat pula QS. al-Isra 23-24, an-Nisa 36, al-An’am 151, al-Ankabut 08. <br />
<span id="more-154"></span><br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVn6PVEgpKdxVw7Bt6afG4R7_wUGxxPS4jXPsgi1fXIPIdL-B8KHJhiE0sMTmxyKFZP1yFG5M05tMZYt2QYJl0gTjlbO5qgab9wnq9q9JgRDRS54w2ycspK4Y9EQmPL6BfWNhrY7LcOn4/s1600/berbakti-kepada-orang-tua.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVn6PVEgpKdxVw7Bt6afG4R7_wUGxxPS4jXPsgi1fXIPIdL-B8KHJhiE0sMTmxyKFZP1yFG5M05tMZYt2QYJl0gTjlbO5qgab9wnq9q9JgRDRS54w2ycspK4Y9EQmPL6BfWNhrY7LcOn4/s320/berbakti-kepada-orang-tua.jpg" /></a>Ada lima kriteria yang menunjukkan bentuk bakti seorang anak kepada kedua orang tuanya.<br />
<b>Pertama</b>, tidak ada komentar yang tidak mengenakkan dikarenakan melihat atau tercium dari kedua orang tua kita sesuatu yang tidak enak. Akan tetapi memilih untuk tetap bersabar dan berharap pahala kepada Allah dengan hal tersebut, sebagaimana dulu keduanya bersabar terhadap bau-bau yang tidak enak yang muncul dari diri kita ketika kita masih kecil. Tidak ada rasa susah dan jemu terhadap orang tua sedikit pun.<br />
<b>Kedua</b>, tidak menyusahkan kedua orang tua dengan ucapan yang menyakitkan.<br />
<b>Ketiga</b>, mengucapkan ucapan yang lemah lembut kepada keduanya diiringi dengan sikap sopan santun yang menunjukkan penghormatan kepada keduanya. Tidak memanggil keduanya langsung dengan namanya, tidak bersuara keras di hadapan keduanya. Tidak menajamkan pandangan kepada keduanya (melotot) akan tetapi hendaknya pandangan kita kepadanya adalah pandangan penuh kelembutan dan ketawadhuan. Allah berfirman yang artinya, <i>“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”</i> (QS. al-Isra: 24)<br />
Urwah mengatakan jika kedua orang tuamu melakukan sesuatu yang menimbulkan kemarahanmu, maka janganlah engkau menajamkan pandangan kepada keduanya. Karena tanda pertama kemarahan seseorang adalah pandangan tajam yang dia tujukan kepada orang yang dia marahi.<br />
<b>Keempat</b>, berdoa memohon kepada Allah agar Allah menyayangi keduanya sebagai balasan kasih sayang keduanya terhadap kita.<br />
<b>Kelima</b>, bersikap tawadhu’ dan merendahkan diri kepada keduanya, dengan menaati keduanya selama tidak memerintahkan kemaksiatan kepada Allah serta sangat berkeinginan untuk memberikan apa yang diminta oleh keduanya sebagai wujud kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya.<br />
Perintah Allah untuk berbuat baik kepada orang tua itu bersifat umum, mencakup hal-hal yang disukai oleh anak ataupun hal-hal yang tidak disukai oleh anak. <b>Bahkan sampai-sampai al-Qur’an memberi wasiat kepada para anak agar berbakti kepada kedua orang tuanya meskipun mereka adalah orang-orang yang kafir.</b><br />
<i>“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, <b>dan pergauilah keduanya di dunia dengan baik</b>, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”</i> (QS. Lukman: 15)<br />
<b>Syarat Menjadi Anak Berbakti</b><br />
Ada tiga persyaratan yang harus dipenuhi, agar seorang anak bisa disebut sebagai anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya:<br />
<b>Satu</b>, lebih mengutamakan ridha dan kesenangan kedua orang tua daripada ridha diri sendiri, isteri, anak, dan seluruh manusia.<br />
<b>Dua</b>, menaati orang tua dalam semua apa yang mereka perintahkan dan mereka larang baik sesuai dengan keinginan anak ataupun tidak sesuai dengan keinginan anak. Selama keduanya tidak memerintahkan untuk kemaksiatan kepada Allah.<br />
<b>Tiga</b>, memberikan untuk kedua orang tua kita segala sesuatu yang kita ketahui bahwa hal tersebut disukai oleh keduanya sebelum keduanya meminta hal itu. Hal ini kita lakukan dengan penuh kerelaan dan kegembiraan dan selalu diiringi dengan kesadaran bahwa kita belum berbuat apa-apa meskipun seorang anak itu memberikan hidup dan hartanya untuk kedua orang tuanya.<br />
<b>Keutamaan Menjadi Anak yang Berbakti</b><br />
<b>1. Termasuk Amal yang Paling Allah Cintai </b><br />
Dari Abdullah bin Mas’ud, “Aku bertanya kepada Rasulullah, “Amal apakah yang paling Allah cintai.” Beliau bersabda, <i>“Shalat pada waktunya,”</i> Aku bertanya, “Kemudian apa?” Nabi bersabda, <i>“Berbakti kepada kedua orang tua.”</i> Aku bertanya, “Kemudian apa?” Nabi bersabda, <i>“Berjihad di jalan Allah.”</i> (HR. Bukhari dan Muslim)<br />
<b>2. Masuk Surga</b><br />
Dari Abu Hurairah, aku mendengar Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, <i>“Celaka, celaka, dan celaka.”</i> Ada yang bertanya, “Siapa dia wahai Rasulullah?” Nabi bersabda, <i>“Dia adalah orang yang mendapati kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya dalam usia tua, akan tetapi kemudian dia tidak masuk surga.”</i> (HR Muslim)<br />
Dari Muawiyah bin Jahimah dari bapaknya <i>radhiyallahu ‘anhu</i>, aku menemui Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> dan bermusyawarah dengan beliau tentang jihad di jalan Allah. Nabi bertanya, <i>“Apakah kedua orang tuamu masih hidup?”</i> “Ya,” kataku. Nabi pun bersabda, <i>“Selalulah engkau berada di dekat keduanya. Karena sesungguhnya surga berada di bawah kaki keduanya.”</i> (HR. Thabrani, al-Mundziri mengatakan sanadnya jayyid)<br />
<b>3. Panjang Umur dan Bertambah Rezeki</b><br />
Dari Salman, sesungguhnya Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, <i>“Tidak ada yang bisa menolak takdir kecuali doa dan tidak ada yang bisa menambah umur kecuali amal kebaikan.”</i> (HR. Turmudzi dan dihasankan oleh al-Albani)<br />
Anas mengatakan, “Barang siapa yang ingin diberi umur dan rezeki yang panjang maka hendaklah berbakti kepada kedua orang tuanya dan menjalin hubungan dengan karib kerabatnya.” (HR. Ahmad)<br />
<b>4. Semua Amal Shalih Diterima dan Kesalahan-Kesalahan Diampuni</b><br />
Allah <i>ta’ala </i>berfirman: <i>“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah . Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa, ‘Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai, berilah kebaikan kepadaku dengan kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri’. Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.”</i> (QS al-Ahqaf: 15-16)<br />
Dari Ibnu Umar <i>radhiyallahu ‘anhu</i> ada seorang menemui Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> lalu berkata, “Sesungguhnya aku melakukan sebuah dosa yang sangat besar. Adakah cara taubat yang bisa ku lakukan?” Nabi bertanya, <i>“Apakah engkau masih memiliki ibu.”</i> “Tidak” jawabnya. Nabi bertanya lagi, <i>“Apakah engkau memiliki bibi dari pihak ibu.” </i>“Ya,” jawabnya. Nabi bersabda, “<i>Berbaktilah kepada bibimu.”</i> (HR. Tirmidzi)<br />
<b>5. Mendapatkan Ridha Allah</b><br />
Dari Abdullah bin Amr, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, <i>“Ridha Allah tergantung ridha kedua orang tua dan murka Allah tergantung murka kedua orang tua.”</i> (HR. Thabrani dan dishahihkan oleh al-Albani)<br />
<b>6. Diterima Doanya dan Hilangnya Kesusahan</b><br />
Diantara dalilnya adalah kisah <i>Ashabul Ghar,</i> yaitu tiga orang yang tertangkap dalam goa. Salah satu diantaraa mereka adalah seorang yang sangat berbakti kepada kedua orang tuanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)<br />
<b>7. Lebih Utama Daripada Hijrah dan Jihad</b><br />
Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash ada seorang yang menemui Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> lalu berkata, “Aku hendak membaiatmu untuk berhijrah dan berjihad dalam rangka mengharap pahala dari Allah.” Nabi bertanya kepada keduanya, <i>“Apakah diantara kedua orang tuamu ada yang masih hidup.”</i> “Ya, kedua-duanya masih hidup.” Jawabnya. Nabi bertanya, <i>“Engkau mengharap pahala dari Allah?”</i> “Ya.” Jawabnya. Nabi bersabda, <i>“Pulanglah, temui keduanya dan sikapilah keduanya dengan baik.”</i> (HR. Muslim)<br />
<b>8. Orang Tua Ridha dan Mendoakan </b><br />
Jika seorang anak berbakti kepada kedua orang tuanya, tentu keduanya akan senang, dan pertanda ridhanya kepadanya. Kemudian mendoakannya, sedangkan doa orang tua itu pasti terjawab.<br />
Ada tiga orang yang doanya mustajab dan hal tersebut tidak perlu diragukan lagi. Tiga orang tersebut adalah doa orang yang teraniaya. Doa orang yang sedang bepergian dan doa orang tua untuk kebaikan anaknya. (HR. Ibnu Majah dan dihasankan oleh al-Abani)<br />
<b>9. Anak Kita Akan Berbakti Kepada Kita</b><br />
Sikap bakti adalah hutang, maka sebagaimana kita berbakti kepada orang tua kita, maka anak kita pun akan berbakti kepada kita.<br />
<b>10. Tidak Akan Menyesal </b><br />
Seorang anak yang tidak berbakti kepada kedua orang tuanya akan merasakan penyesalan ketika keduanya sudah meninggal dunia dan belum sempat berbakti.<br />
<b>11. Dipuji Banyak Orang</b><br />
Bakti kepada kedua orang tua adalah sifat yang terpuji dan orang yang memiliki sifat ini pun akan mendapatkan pujian. Kisah Uwais al-Qorni adalah diantara dalil tentang hal ini.<br />
<b>12. Merupakan Sifat Para Nabi </b><br />
Tentang Yahya <i>‘alaihis salam</i> Allah <i>ta’ala</i> berfirman, <i>“Dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka.”</i> (QS. Maryam: 14)<br />
Tentang Isa <i>‘alaihis salam</i> Allah <i>ta’ala</i> berfirman, <i>“Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.”</i> (QS. Maryam: 32)<br />
Tentang Ismail <i>‘alaihis salam</i> Allah <i>ta’ala</i> berfirman, <i>“Maka tatkala anak itu sampai berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?’ Ia menjawab, ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’.”</i> (QS. ash-Shaffat: 102)<br />
***<br />
Penulis: Ustadz Aris Munandar<br />
Sumber: Kumpulan Tulisan Ustadz Aris Munadar<br />
Artikel <a href="http://muslimah.or.id/nasihat-untuk-muslimah/bakti-kepada-orang-tua.html" title="Bakti Kepada Orangtua">www.muslimah.or.id</a><br />
<br />
<br />
<br />
Dipublikasikan kembali oleh <a href="http://wanssapat.blogspot.com/" onmousedown="UntrustedLink.bootstrap($(this), "62770", event);" rel="nofollow" target="_blank">http://wanssapat.blogspot.com/</a> diedit dan dicopy- paste kembali Oleh : <a href="http://wanssapat.blogspot.com/"><b>Abu Muhammad Khafi Wa Qudsiy As- Sapati</b></a>wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-23249221212578789982010-08-28T22:42:00.000+07:002010-08-28T22:42:44.737+07:00Mengenal Tanda- Tanda LAILATUL QADAR<!-- JoomlaWorks "Disqus Comment System for Joomla!" Plugin (v2.1) starts here --> <span id="startOfPage"></span> <br />
<a href="http://rumaysho.com/images/stories/24665.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img alt="malam lailatul qadar" border="0" height="240" src="http://rumaysho.com/images/stories/24665.jpg" style="margin-top: 7px;" width="320" /></a><em>Semua pasti telah mengetahui keutamaan malam Lailatul Qadar. Namun, kapan malam tersebut datang? Lalu adakah tanda-tanda dari malam tersebut? Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk mendapatkan malam yang keutamaannya lebih baik dari 1000 bulan.</em><br />
<br />
<br />
Segala puji bagi Allah atas berbagai macam nikmat yang Allah berikan. Shalawat dan salam atas suri tauladan kita Nabi Muhammad <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> kepada keluarganya dan para pengikutnya. <br />
<strong> </strong> <br />
<strong>Bersemangatlah di Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadhan</strong> Para pembaca –yang semoga dimudahkan Allah untuk melakukan ketaatan-. Perlu diketahui bahwa sepertiga terakhir bulan Ramadhan adalah saat-saat yang penuh dengan kebaikan dan keutamaan serta pahala yang melimpah. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Oleh karena itu suri tauladan kita –Nabi Muhammad <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>- dahulu bersungguh-sungguh untuk menghidupkan sepuluh hari terakhir tersebut dengan berbagai amalan melebihi waktu-waktu lainnya. Sebagaimana istri beliau –<em>Ummul Mu’minin</em> Aisyah <em>radhiyallahu ‘anha-</em> berkata,<br />
<div style="text-align: center;"><span style="font-size: 14pt;">كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.</span></div>“<em>Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.”</em> (HR. Muslim) <br />
Aisyah <em>radhiyallahu ‘anha </em>juga mengatakan,<br />
<div style="text-align: center;"><span style="font-size: 14pt;">كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ</span></div><em>“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’,pen), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.”</em> (HR. Bukhari & Muslim)<br />
Maka perhatikanlah apa yang dilakukan oleh suri tauladan kita! Lihatlah, Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bukanlah malah mengisi hari-hari terakir Ramadhan dengan berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan untuk persiapan lebaran (hari raya). Yang beliau lakukan adalah bersungguh-sungguh dalam melakukan ibadah seperti shalat, membaca Al Qur’an, dzikir, sedekah dan lain sebagainya. Renungkanlah hal ini! <br />
<strong> </strong> <br />
<strong>Keutamaan Lailatul Qadar</strong><br />
Saudaraku, pada sepertiga terakhir dari bulan yang penuh berkah ini terdapat malam Lailatul Qadar, suatu malam yang dimuliakan oleh Allah melebihi malam-malam lainnya. Di antara kemuliaan malam tersebut adalah Allah mensifatinya dengan malam yang penuh keberkahan. Allah <em>Ta’ala</em> berfirman,<br />
<br />
<div style="text-align: center;"><span style="font-size: 14pt;">إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4) </span></div><em>“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.”</em> (QS. Ad Dukhan [44] : 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah <em>Ta’ala</em> berfirman,<br />
<div style="text-align: center;"><span style="font-size: 14pt;">إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1)</span></div>“<em>Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.</em>” (QS. Al Qadar [97] : 1)<br />
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,<br />
<div style="text-align: center;"><span style="font-size: 14pt;">لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5) </span></div><em>“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”</em> (QS. Al Qadar [97] : 3-5) <br />
<strong> </strong><br />
<strong>Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi?</strong><br />
Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>,<br />
<div style="text-align: center;"><span style="font-size: 14pt;">تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ</span></div>“<em>Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan</em>.” (HR. Bukhari)<br />
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>,<br />
<div style="text-align: center;"><span style="font-size: 14pt;">تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ</span></div>“<em>Carilah</em> <em>lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.</em>” (HR. Bukhari)<br />
Terjadinya lailatul qadar di tujuh malam terakhir bulan ramadhan itu lebih memungkinkan sebagaimana hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,<br />
<div style="text-align: center;"><span style="font-size: 14pt;">الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ - يَعْنِى لَيْلَةَ الْقَدْرِ - فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى</span></div>“<em>Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa</em>.<em>”</em> (HR. Muslim)<br />
Dan yang memilih pendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh sebagaimana ditegaskan oleh Ubay bin Ka’ab <em>radhiyallahu ‘anhu</em>. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar dalam <em>Fathul Bari</em> bahwa <span style="text-decoration: underline;">lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun</span>. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima tergantung kehendak dan hikmah Allah <em>Ta’ala</em>. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam,</em><br />
<div style="text-align: center;"><span style="font-size: 14pt;">الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى</span></div>“<em>Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa</em>.” (HR. Bukhari) <br />
<strong> </strong><br />
<strong>Catatan : </strong>Hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tentang terjadinya malam lailatul qadar di antaranya adalah agar terbedakan antara orang yang sungguh-sungguh untuk mencari malam tersebut dengan orang yang malas. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Hal ini juga sebagai rahmat Allah agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-Nya dan akan memperoleh pahala yang amat banyak. Semoga Allah memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini. <em>Amin Ya Sami’ad Da’awat.</em> <br />
<br />
<strong>Do’a di Malam Lailatul Qadar</strong><br />
Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau <em>radhiyallahu ‘anha</em> berkata,<br />
<div style="text-align: center;"><span style="font-size: 14pt;">قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى »</span></div>”<em>Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?</em>” Beliau menjawab,”<em>Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni</em>’ (artinya ‘Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Dikatakan <em>shohih</em> oleh Syaikh Al Albani. Lihat <em>Ash Shohihah</em>) <br />
<br />
<strong>Tanda Malam Lailatul Qadar</strong><br />
[1] Udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,<br />
<div style="text-align: center;"><span style="font-size: 14pt;">لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء</span></div>“<em>Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan</em>.” (HR. Ath Thoyalisi. Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh /terpercaya)<br />
[2] Malaikat menurunkan ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah, yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.<br />
[3] Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.<br />
[4] Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda yang artinya,”<em>Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik.</em>” (HR. Muslim) (Lihat <em>Shohih Fiqh Sunnah</em> II/149-150)<br />
<br />
***<br />
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal<br />
Artikel http://rumaysho.com<br />
<br />
Disalin dari www.rumaysho.com dipublikasikan kembali oleh <a href="http://wanssapat.blogspot.com/" onmousedown="UntrustedLink.bootstrap($(this), "62770", event);" rel="nofollow" target="_blank">http://wanssapat.blogspot.com/</a> diedit dan dicopy- paste kembali Oleh : <a href="http://wanssapat.blogspot.com/"><b>Abu Muhammad Khafi Wa Qudsiy As- Sapati</b></a>wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-33381804055477967342010-08-28T22:17:00.000+07:002010-08-28T22:17:09.571+07:00Pandai Bersyukur, Kunci Surga<div class="info"><span class="date"></span><span class="comments"><a href="http://salafiyunpad.wordpress.com/2010/04/02/pandai-bersyukur-kunci-surga/#comments"><br />
</a></span> </div><b><br />
</b><br />
<a href="http://4.bp.blogspot.com/_4TpLqcUNycQ/THkoTuQqpoI/AAAAAAAAAEM/-0vS4LwEVKs/s1600/kuncisyurga.gif" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="300" src="http://4.bp.blogspot.com/_4TpLqcUNycQ/THkoTuQqpoI/AAAAAAAAAEM/-0vS4LwEVKs/s400/kuncisyurga.gif" width="400" /></a>Ketika seorang wanita ingin punya baju bagus, perhiasan indah, tampilan menarik, sungguh sebuah kewajaran. Secara fithrah, wanita memang senantiasa bertipe demikian. Wanita dengan tabiatnya sebagai pendamping pria, memang selalu suka berhias, berdandan dan mempercantik diri. Kesukaannya terhadap benda-benda duniawi juga cenderung lebih besar ketimbang kaum pria. Maka sungguh tidak bijak bila “fithrah” itu dihambat sedemikian rupa, atau bahkan dihentikan secara sepihak. Islam adalah agama fithrah, yang sudah pasti akan memiliki tatanan ajaran yang selaras dengan kebutuhan <a href="http://salafiyunpad.wordpress.com/2010/04/02/pandai-bersyukur-kunci-surga/" target="_self">fihtrah</a>.<br />
<i>“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (Surga).”</i> (Ali Imran : 14)<span id="more-4955"></span><br />
<b>Antara Memanjakan Diri dan Mematikan Hati</b><br />
Namun apa yang dikehendaki fithrah tidaklah sama dengan apa yang dimaui oleh hawa nafsu? Hal-hal yang berlebihan selalu saja berlawanan dengan fithrah itu sendiri. Sebagian istri tenggelam dalam khayalan. Mereka terlampau berlebih-lebihan dalam menuntut kesempurnaan. Dalam benaknya, pernikahan laksana <a href="http://salafiyunpad.wordpress.com/2010/04/02/pandai-bersyukur-kunci-surga/" target="_self">surga Firdaus</a>. Di dalamnya tak ada kepenatan, beban, ataupun kesusahan. Ia menginginkan pernikahan sesuai dengan gambaran dan fantasinya, tanpa bisa menoleransi adanya sedikit pun kesulitan.<br />
Akhirnya, ketika sang <a href="http://salafiyunpad.wordpress.com/2010/04/02/pandai-bersyukur-kunci-surga/" target="_self">istri </a>berhadapan dengan kenyataan yang sarat tanggung jawab, saat ia dituntut untuk mengambil keputusan, melahirkan anak dan menghadapi berbagai macam kesulitan hidup, banyak di antara mereka yang tak sanggup menghadapinya. Tak jarang yang akhirnya berpikir bahwa ia telah keliru memilih pendamping hidup.<br />
Betapa apa yang dialaminya, jauh di luar apa yang selama ini dibayangkannya. Di satu sisi, ia sadar bahwa ia adalah istri yang harus melayani suami. Tapi di sisi lain, nafsu dan syahwatnya berkubang ambisi dan fantasi yang entah kapan bisa terpuaskan. Kondisi itu pada sebagian wanita bisa memuncak menjadi depresi dan tekanan hidup yang hebat. Bahkan ia tak segan memohon cerai, hanya agar terlepas dari ikatan-ikatan yang terasa amat membelenggunya.<br />
Salah satu faktor dominan yang menyebabkan terjadinya persepsi semacam itu, adalah kecenderungan sebagian masyarakat memetik inspirasi dari kisah-kisah roman picisan, novel-novel terjemahan, sinetron televisi atau berbagai tayangan film layar lebar.<br />
Kisah, sinetron maupun film tersebut seringkali menggambarkan kehidupan pernikahan yang serba nyaman dan tak pernah dihinggapi masalah. Gaya hidup glamour sering digambarkan sebagai model-model kesuksesan yang patut diteladani.<br />
Belum lagi tingkah polah selebritis yang saling berlomba mengambil simpati dengan tampilah wahnya. Ketika istri mengendarai bahtera pernikahan, pengalaman yang ia hadapi jauh bertentangan dengan berbagai gambaran itu. Dirinya dikagetkan dengan kenyataan-kenyataan yang sebelumnya tak pernah terlintas di benaknya.<br />
Seorang istri yang bijaksana hendaknya bersikap adil dalam memandang, tidak larut dalam mimpi atau membiarkan jiwanya menerawang ke lembah khayalan dan fantasi buta. Tak usah berlebihan dalam menuntut kesempurnaan. Kehidupan rumah tangga bukanlah sebuah gambaran sesaat. Bukan pula cerita khayalan yang direkayasa.<br />
Ia sesungguhnya realitas yang berbaur penderitaan, angan-angan, kesenangan dan kesedihan, layaknya semua kenyataan hidup lainnya. Semua ini dapat diatasi jika bahtera kehidupan dijalani dengan memperbaiki pola beradaptasi dengannya. Seni menikmati realitas harus dipelajari setahap demi setahap. Belajar menahan derita dan kesusahan adalah seni agar hati tak mudah mati.<br />
<b>Bila Hasrat Belum Jadi Terwujud…</b><br />
Nah, jika Anda seorang istri yang gagal mendapatkan sebagian fantasi Anda sebelum menikah, haruskan Anda mengatakan, ‘Yang namanya susah, tetap saja susah.’ Lalu Anda membiarkan diri Anda tenggelam dalam kesusahan itu? Tentu tidak demikian! Anda harus belajar untuk menahan diri, menguatkan jiwa dan rohani untuk menghadapinya.<br />
Kekuatan memikul tanggung jawab, beban dan berbagai kesulitan merupakan faktor terbesar bagi terciptanya kebahagiaan <a href="http://salafiyunpad.wordpress.com/2010/04/02/pandai-bersyukur-kunci-surga/" target="_self">pernikahan</a>. Orang yang paling bahagia adalah orang yang paling mampu bersusah payah. Meski dalam realitasnya, belum tentu ia akan mengalami segala kepayahan itu. Artinya, saat Anda siap disuntik untuk berobat, Anda akan menjadi pasien yang berbahagia. Meski ternyata Anda tak harus mengalaminya.<br />
Ukhti muslimah, saat saudari mampu menjadi istri yang tak banyak menuntut –bukan tak punya keinginan dan permintaan sama sekali–, saudari telah membuka pintu kebahagiaan untuk kehidupan rumah tangga kalian berdua.<br />
Bagi suami, tak ada yang lebih indah dari ungkapan seorang istri, ‘Tak apa mas, namanya belum rezeki. Sabar, aku juga tak terlalu butuh kok. Yang ada ini saja sudah jauh dari mencukupi.’<br />
Wah, sungguh itu adalah kata-kata mujarab, untuk mengobati segala kepenatan jiwa, menghilangkan pikiran yang suntuk, bahkan membangun motivasi untuk lebih giat lagi bekerja dan berusaha.<br />
Beratkah untuk melakukannya? Tidak juga. Sebenarnya, yang dibutuhkan cuma “sesekali” sadar aja. Saat saudari berkeinginan kuat memiliki sesuatu, dan saudari melihat suami sedang berkemampuan, sampaikan saja terus terang.<br />
Kalau suami punya beberapa kebutuhan yang sangat mendesak, tahan dulu keinginan itu. Saat sudah lapang, tak apa minta lagi. Bila dibelikan, ucapkanlah terima kasih. Meski ia adalah suami saudari dan memang sudah kewajibannya memberikan apa yang menjadi kebutuhan saudari, terima kasih itu perlu dan sangat berpengaruh menciptakan kebahagiaan di hari saudari. Jangan lupa tersenyum dan memperlihatkan wajah gembira. Tak cukup hanya senang sendiri dalam hati. Karena berbagi itu perlu, apalagi berbagi kebahagiaan.<br />
Sepanjang permintaan itu masih dalam batas kewajaran dan suami saudari mampu, boleh saja saudari meminta. Asal jangan terus-terusan meminta. Biarpun suami mampu, dan permintaan itu sederhana, “sesekali” menahan diri itu perlu.<br />
Kalau “sesekali” itu bisa saudari lakukan lebih banyak, akan lebih baik lagi. semakin banyak, semakin baik pula. Syukur-syukur, suami saudari memiliki pengertian mendalam, sehingga tanpa minta pun saudari sering dibelikan apa yang saudari suka. Itu akan lebih baik, karena nilai ketulusannya lebih banyak.<br />
Dan yang terpenting, hal itu akan lebih mengurangi beban pikiran suami, yang bisa jadi tak saudari ketahui secara pasti. Terkadang, bisa jadi suami saudari menahan diri untuk tidak memberitahukan kebutuhannya, demi kebahagiaan saudari.<br />
Menahan diri sesekali itu, jelas banyak hikmahnya, apalagi bila terjadi berkali-kali. Cara itupun memiliki seni tersendiri, yang kalau saudari kuasai penuh, niscaya akan menjadi sumber kepuasan tersendiri. Puasa mengajarkan kita untuk itu. Bayangkan, makan dan minum yang sudah jadi kebiasaan sehari-hari, belum lagi hubungan seks yang menjadi “primadona” dalam kehidupan duniawi, harus “dihentikan” dalam beberapa jam!<br />
Itulah sebabnya, puasa berpahala besar, dan Allah menjanjikan banyak hal bagi yang melakukannya demi mencari keridhaan Allah,<br />
مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُومُ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا بَاعَدَ اللَّهُ بِذَلِكَ الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا<br />
<i>“Setiap hamba yang berpuasa satu hari di jalan Allah, akan Allah pisahkan jarak antara dirinya dengan Neraka sejauh tujuh puluh musim gugur (70 Tahun)</i>.” [1]<br />
Seorang istri, hendaklah tetap bersyukur meskipun musibah menimpanya, sebagai tanda terima kasihnya kepada Allah atas takdir yang ditentukan kepadanya. Apalagi bila kenyataannya, ia juga banyak menerima kesenangan, dan kesulitan itu justru dirasakan olehnya sesekali saja. Ia harus menjaga amarah, jangan banyak mengeluh dan memerhatikan adab-adab dalam menghadapi segala wujud musibah. [2]<br />
Seorang istri hendaknya menyadari bahwa suami adalah penyebab lahirnya keturunan. Anak adalah nikmat yang sangat agung. Seandainya laki-laki tidak memiliki kelebihan kecuali hanya nikmat ini, maka cukuplah kelebihan itu untuk disebutkan.<br />
Ar-Raafi’i menjelaskan, “Sekalipun istri sengsara karena suaminya, sungguh suami telah membahagiakannya karena ia menjadi penyebab lahirnya keturunan. Karenanya, kelebihan ini saja sudahlah cukup menjadi kelebihan dan kenikmatan.” [3]<br />
Rasulullah shollallohu ‘alaih wa sallam bersabda, <i>“Saya melihat kebanyakan penghuni neraka adalah kaum wanita.” Para sahabat bertanya, “Mengapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka mengingkari keluarga dan kebaikan-kebaikan suami. Jika sekiranya engkau berbuat baik kepadanya, lalu ia melihat sedikit kekurangan darimu, maka ia berkata: ‘Saya tidak melihat suatu kebaikan darimu sama sekali’.”</i> [4]<br />
Jadilah wanita yang pandai bersyukur. Jadilah Ahli Surga….<br />
<i><b><br />
</b></i><br />
<i><b>Catatan Kaki:</b></i><br />
<ol><li>Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (III : 1044), oleh Muslim (II : 808), oleh Imam At-Tirmidzi (IV : 20), Abu Dawud (III : 185), juga Ibnu Hibban dalam Shahihnya (XIII : 13) dari hadits Abu Hurairah.</li>
<li>Lihat: Madarij As-Salikin, Ibnu Al-Qayyim, II/199 dan 243.</li>
<li>Wahyu Al-Qalam, Ar-Rafi’i, I/292</li>
<li>HR. Al-Bukhari No. 29 dan Muslim No. 907</li>
</ol><br />
<b>Oleh Ustadz Abu Umar Basyir</b> <br />
<ol></ol>Disalin dari www.majalahsakinah.com dan dipublikasikan kembali oleh <a href="http://salafiyunpad.wordpress.com/2010/04/02/pandai-bersyukur-kunci-surga/" target="_self">www.salafiyunpad.wordpress.com</a> diedit dan dicopy- paste kembali Oleh : <a href="http://wanssapat.blogspot.com/"><b>Abu Muhammad Khafi Wa Qudsiy As- Sapati</b></a>wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-62043618423638281392010-08-28T00:48:00.000+07:002010-08-28T00:48:45.608+07:00KEUTAMAAN WUDHU<div> </div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><b><br />
</b></div><div style="text-align: justify;"><b>Wudhu</b> mungkin bukan sudah menjadi rutinitas para muslim yang senantiasa menunaikan shalat. Akan tetapi sejauh manakah kita mengetahui mengenai hukum dan keutamaan wudhu sebenarnya??</div><div style="text-align: justify;"> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTWSzfGHv6c_CcvNTmuMYVKyavuEySRrOzy-12dHU0pDGP__-fFHodY8_iXdlyy-Z61W7r5FgkXBxznOHh2F0pCyvPHHO-POFUNXvhRYpIfhLr7qaru1o9BD7Kechf0bdND0D-LDuCLJk/s1600/wudu.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTWSzfGHv6c_CcvNTmuMYVKyavuEySRrOzy-12dHU0pDGP__-fFHodY8_iXdlyy-Z61W7r5FgkXBxznOHh2F0pCyvPHHO-POFUNXvhRYpIfhLr7qaru1o9BD7Kechf0bdND0D-LDuCLJk/s400/wudu.png" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;">Wudhu adalah membasuh bagian tertentu yang ditetapkan dari anggota badan dengan air dengan niat membersihkan hadast sebagai persiapan menghadap Allah Ta’ala (mendirikan shalat) [2].</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dalil yang mewajibkan menunaikan wudhu sebelum shalat adalah :<br />
1.Dalam Surat Al-Maidah ayat 6, Allah Ta’ala berfirman : “ Wahai orang-orang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tangan kalian sampai ke siku. Kemudian sapulah kepala kalian dan basuhlah kaki kalian sampai pada kedua mata kaki.”<br />
2.Hadist Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda :<br />
“Allah tidak akan menerima shalat seseorang di antara kalian apabila kalian berhadast, sehingga dia berwudhu” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)<br />
<span id="more-487"></span></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Keutamaan Wudhu :<br />
Berwudhu bagi seorang muslim sesungguhnya memilliki banyak keutamaan, sebgaiamana yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Beberapa diantara keutamaan wudhu itu adalah :<br />
1.Bersuci merupakan sebagian dari iman<br />
Muslim meriwayatkan dari Abu Malik Al-Arasy radiallahuanhu berkata : Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda : “Bersuci adalah sebagian dari iman”<br />
(HR. Muslim) [1]</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">2.Orang yang berwudhu akan mendapatkan wajah yang bercahaya di akhirat kelak, sehingga Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam akan meneganali mereka sebagai umatnya.<br />
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Rahimahullah, ia berkata : “aku pernah mendengar kekasihku Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda : ‘Kemilau cahaya seorang mukmin (kelak pada hari kiamat) sesuai dengan batas basuhan wudhunya.” [1]</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dari Abu Hurairah radiallahuanhu, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda : “Sungguh umatku kelak akan datang pada hari kiamat dalam keadaan (muka dankedua tangannya) kemilau bercahaya karena bekas wudhu. Karenanya, barangsiapa dari kalian yang mampu memperbanyak kemilau cahayanya, hendaklah dia melakukannya (dengan memperlebar basuhan wudhunya)”<br />
(HR. Bukhari Muslim) [1]</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">3.Menggugurkan dosa-dosa kecil serta meninggikan derajat.<br />
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda : “Maukah kalian aku beritahukan tentang sesuatu yang dengannya Allah akanmenghapuskan dosa-dosa kalian dan meninggikan derajat kalian? Para sahabat menjawab : Mau, ya Rasulullah. Kemudian beliau pun berkata : “Yaitu dengan menyempurnakan wudhu’ dari hal-hal yang bersifat makruh, banyak melangkah menuju masjid dan menunggu waktu shalat setelah shalat (tahiyatul masjid). Yang demikian itu adalah ikatan (perjanjian).” (HR.Muslim) [2]</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Muslim meriwayatkan dari Utsman radiallahuanhu, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda : “Barangsiapa wudhu secara sempurna, maka dosa-dosanya akan gugur dari jasadnya hingga keluar juga dari bawah kukunya”[1]</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">4.Menghapuskan kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh jasad.<br />
Dari Abdulla Ash-Shanaji radiallahuanhu, Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda : “Apabila seorang hamba berwudhu, lalu berkumur, maka dikeluarkanlah (dihapuskan) kesalahan-kesalahan itu dari mulutnya. Apabila ia memasukkan air ke rongga hidung, maka keluarlah kesalahan-kesalahan itu dari hidungnya. Apabila ia membasuh wajahnya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan yang pernah ia perbuat dengan wajahnya, sehingga kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi keluar dari bawah tempat tumbuhnya rambut dari kedua matanya. Apabila ia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan itu dari kedua tangannya, sehingga kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi dari bawah (celah) kukunya. Apabila ia mengusap kepalanya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan itu dari kepalanya, sehingga kesalahan-kesalahan itu keluar dari kedua telinganya. Apabila membasuh kedua kakinya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan tersebut dari kedua kakinya, sehingga kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi dari bawah kuku-kuku kedua kakinya. Kemudian perjalanannya ke masjid dan shalatnya merupakan nilai ibadah tersendiri baginya” (HR. Imam Malik, An-Nasaai, Ibnu Majah dan Al-Hakim) [6]</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">5.Merupakan amal yang mendorong dibukanya pintu syurga bagi yang mengamalkannya.<br />
Dari Umar radiallahuanhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda : “Tidaklah seseorang dari kalian berwudhu secara sempurna, lalu mengucapkan : Asy-hadu allaa ilaha illallooh wahduu laa syarika lah wa asy-hadu anna MuHammadan ‘abduhu wa rosuuluh (Aku bersaksi bahwa tiada ilah, kecuali Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Nya ) melainkan kelak akan dibukakan untuknya 8 pintu syurga yang kepadanya dipersilakan untuk masuk melalui pintu mana saja yang ia sukai” [7]</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dari berbagai keutamaan yang telah diuraikan di atas perlu digarisbawahi bahwa keutamaan tersebut hanya dimiliki oleh wudhu yang telah sempurna. Kesempurnaan wudhu ini tentu saja dikembalikan kepada syarat ibadah secara mutlak yakni ikhlas karena Allah dan ittiba (mengikuti contoh dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam), sebagaimana sabda beliau dalam sebuah riwayat :</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Muslim meriwayatkan dari Utsman radiallahuanhu, ia berkata : “Aku pernah melihat Rasulullah berwudhu seperti wudhuku ini, lalu beliau bersabda : ‘Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini, niscaya dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni, sementara shalat sunnahnya dan perjalanan menuju masjid menjadi penyempurna bagi dihapuskannya dosa-dosanya” [1]</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Karena itu hendaknya seorang mukmin senantiasa menjaga kesempurnaan wudhunya.<br />
Wallahu’alam Bishowab.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Referensi :<br />
[1] Ringkasan Riyadush Shalihin (An-Nawawi) oleh Syaikh Yusuf An-Nabhani, Penerbit ibs<br />
[2] Fiqih Wanita, oleh Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Penerbit Pustaka Al-Kautsar</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dikirim febri dalam <a href="http://jilbab.or.id/archives/category/fiqih-muslimah/" rel="category tag" title="View
all posts in Fiqih Muslimah">Fiqih Muslimah</a>, <a href="http://jilbab.or.id/archives/category/fiqih-muslimah/thaharah/" rel="category tag" title="View all posts in Thaharah">Thaharah</a> </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
Diedit dan dicopy- paste kembali oleh : <b>Abu Muhammad Khafi Wa Qudsiy As- Sapati</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div>wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-19799186452514148432010-08-28T00:07:00.002+07:002010-10-07T23:30:05.865+07:00Makna Silaturrahim<b>Dalil Syar'i Bahwa Silaturrahim Termasuk Diantara Pintu-Pintu Rizki </b><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFBo4sIzrqLwlj7ttywxrQKE9TBb09oi3Gl7mfuUEoMTFOWvCejiQcuxg4Q3vscoChnmaWyup5_HHrI4NoAFlE3-67WPPE59IB-jbedOPulQXlb4wA9gQk0AkMhT8cpsvUuQgmFE-PC0M/s1600/3316_view.jpg.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFBo4sIzrqLwlj7ttywxrQKE9TBb09oi3Gl7mfuUEoMTFOWvCejiQcuxg4Q3vscoChnmaWyup5_HHrI4NoAFlE3-67WPPE59IB-jbedOPulQXlb4wA9gQk0AkMhT8cpsvUuQgmFE-PC0M/s320/3316_view.jpg.png" /></a></div>Diantara pintu-pintu rizki adalah silaturrahim. Pembicaraan masalah ini -dengan memohon pertolongan Allah- akan saya bahas melalui empat point berikut.<br />
<br />
Pertama : Makna Silaturrahim<br />
Kedua : Dalil Syar'i Bahwa Silaturrahim Termasuk Diantara Pintu-Pintu Rizki<br />
Ketiga : Apa Saja Sarana Untuk Silaturrahim .?<br />
Keempat : Tata Cara Silaturrahim Dengan Para Ahli Maksiat.<br />
<br />
Pertama : Makna Silaturrahim<br />
<br />
Makna 'ar-rahim' adalah para kerabat dekat. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : "Ar-rahim secara umum adalah dimaksudkan untuk para kerabat dekat. Antar mereka terdapat garis nasab (keturunan), baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai mahram atau tidak".<br />
<br />
Menurut pendapat lain, mereka adalah maharim (para kerabat dekat yang haram dinikahi) saja.<br />
<br />
Pendapat pertama lebih kuat, sebab menurut batasan yang kedua, anak-anak paman dan anak-anak bibi bukan kerabat dekat karena tidak termasuk yang haram dinikahi, padahal tidak demikian. [Fathul Bari, 10/414]<br />
<br />
Silaturrahim, sebagaimana dikatakan oleh Al-Mulla Ali Al-Qari adalah kinayah (ungkapan/sindiran) tentang berbuat baik kepada para kerabat dekat -baik menurut garis keturunan maupun perkawinan- berlemah lembut dan mengasihi mereka serta menjaga keadaan mereka. [Lihat, Murqatul Mafatih, 8/645]<br />
<br />
Kedua : Dalil Syar'i Bahwa Silaturrahim Termasuk Kunci Rizki<br />
<br />
Beberapa hadits dan atsar menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan silaturrahim termasuk di antara sebab kelapangan rizki. Diantara hadits-hadits dan atsar-atsar itu adalah.<br />
<br />
[1]. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.<br />
<br />
"Artinya : Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) [1] maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturrahim" [Shahihul Bukhari, Kitabul Adab, Bab Man Busitha Lahu fir Rizqi Bishilatir Rahim, no. 5985, 10/415]<br />
<br />
[2]. Dalil lain adalah hadits riwayat Imam Al-Bukhari dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.<br />
<br />
"Artinya : Siapa yang suka untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan usianya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia menyambung silaturrahim". [Shahihul Bukhari, Kitabul Adab, Bab Man Busitha Lahu fir Rizqi Bishilatir Rahim, no. 5986, 10/415]<br />
<br />
Dalam dua hadits yang mulia diatas, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa silaturrahim membuahkan dua hal, kelapangan rizki dan bertambahnya usia.<br />
<br />
Ini adalah tawaran terbuka yang disampaikan oleh mahluk Allah yang paling benar dan jujur, yang berbicara berdasarkan wahyu, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka barangsiapa menginginkan dua buah di atas hendaknya ia menaburkan benihnya, yaitu silaturrahim. Demikian, sehingga Imam Al-Bukhari memberi judul untuk kedua hadits itu dengan "Bab Orang Yang Dilapangkan Rizkinya dengan Silaturrahim" [Shahihul Bukhari, Kitabul Adab, Bab Man Busitha Lahu fir Rizqi Bishilatir Rahim, 10/415).Artinya, dengan sebab silaturrahim. ('Umdatul Qari, 22/91)]<br />
<br />
Imam Ibnu Hibban juga meriwayatkan hadits Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu dalam Kitab Shahihnya dan beliau memberi judul dengan "Keterangan Tentang Baiknya Kehidupan dan Banyaknya Berkah dalam Rizki Bagi Orang Yang Menyambung Silaturrahim". [Al-Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Kitabul Birri wal Ihsan, Bab Shilaturrahim wa Qath'iha, 2/180]<br />
<br />
[3]. Dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda.<br />
<br />
"Artinya : Belajarlah tentang nasab-nasab kalian sehingga kalian bisa menyambung silaturrahim. Karena sesungguhnya silaturrahim adalah (sebab adanya) kecintaan terhadap keluarga (kerabat dekat), (sebab) banyak - nya harta dan bertambahnya usia" [2] <br />
<br />
Dalam hadits yang mulia ini Nabi Shallallahu 'laihi wa sallam menjelaskan bahwa silaturrahim itu membuahkan tiga hal, diantaranya adalah ia menjadi sebab banyaknya harta.<br />
<br />
[4]. Dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abdullah bin Ahmad, Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda.<br />
<br />
"Artinya :Barangsiapa senang untuk dipanjangkan umurnya dan diluaskan rizkinya serta dihindarkan dari kematian yang buruk maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim" [3]<br />
<br />
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang jujur dan terpercaya, mejelaskan tiga manfaat yang terealisir bagi orang yang memiliki dua sifat ; bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim. Dan salah satu dari tiga manfaat itu adalah keluasan rizki.<br />
<br />
[5]. Dalil lain adalah riwayat Imam Al-Bukhari dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu ia berkata.<br />
<br />
"Artinya : Barangsiapa bertaqwa kepada Tuhannya dan menyambung silaturrahim, niscaya dipanjangkan umurnya, dibanyakkan rizkinya dan dicintai oleh keluarganya" [Al-Adabul Mufrad, Bab Man Washala Rahimahu Ahbbahu Allah, no. 59, hal. 37]<br />
<br />
[6]. Demikian besarnya pengaruh silaturrahim dalam berkembangnya harta dan benda dan menjauhkan kemiskinan, sampai-sampai ahli maksiat pun, disebabkan oleh silaturrahim, harta mereka bisa berkembang, semakin banyak jumlahnya dan mereka jauh dari kefakiran, karena karunia Allah Ta'ala.<br />
<br />
Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abu Bakrah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda.<br />
<br />
"Artinya : Sesungguhnya keta'atan yang paling disegerakan pahalanya adalah silaturrahim. Bahkan hingga suatu keluarga yang ahli maksiat pun, harta mereka bisa berkembang dan jumlah mereka bertambah banyak jika mereka saling bersilaturrahim. Dan tidaklah ada suatu keluarga yang saling bersilaturrahim kemudian mereka membutuhkan (kekurangan)". [Al-Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Kitabul Birr wal Ihsan, Bab Shilaturrahim wa Qath'iha, no. 440, 2/182-183. Syaikh Syu'aib Al-Arna'uth menshahihkan hadits ini ketika menyebutkan dalil-dalil pada catatan kaki Al-Ihsan. (Lihat, 2/183-184)].<br />
<br />
[Disalin dari buku Mafatiihur Rizq fi Dhau'il Kitab was Sunnah oleh Syiakh Dr Fadhl Ilahi, dengan edisi Indonesia Kunci-kunci Rizki Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah hal. 45-51 terbitan Darul Haq, Penerjemah Ainul Haris Arifin Lc]<br />
_______<br />
Footnote<br />
[1]. Catatan : "Para ahli hadits mengangkat persoalan seputar bertambahnya umur karena silaturrahim dan mereka memberikan jawabannya. Misalnya, dalam Fathul Bari disebutkan, Ibnu At-Tin berkata, 'Secara lahiriah, hadits ini beterntangan dengan firman Allah : "Artinya ; Maka apabila telah datang ajal mereka, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya" (Al-A'raf : 34). Untuk mencari titik temu kedua dalil tersebut dapat ditempuh melalui dua jalan. Pertama, bahwasanya tambahan (umur) yang dimaksud adalah kinayah dari usia yang diberi berkah karena mendapat taufiq untuk menjalankan keta'atan, ia menyibukkan waktunya dengan apa yang bermanfa'at di akhirat, serta menjaga dari menyia-nyiakan waktunya untuk hal lain (yang tidak bermanfa'at). Kedua, tambahan itu secara hakikat atau sesungguhnya. Dan itu berkaitan dengan malaikat yang diberi tugas mengenai umur manusia. Adapun yang ditujukkan oleh ayat pertama di atas, maka hal itu berkaitan dengan ilmu Allah Ta'ala. Umpamanya dikatakan kepada malaikat, 'Sesungguhnya umur fulan dalah 100 tahun jika dia menyambung silaturrahim dan 60 tahun jika ia memutuskannya'. Dalam ilmu Allah telah diketahui bahwa fulan tersebut akan menyambung atau memutuskan silaturrahim. Dan apa yang ada di dalam ilmu Allah itu tidak akan maju atu mundur. Adapun yang ada dalam ilmu malaikat maka hal itulah yang mungkin bisa bertambah atau berkurang. Itulah yang diisyaratkan oleh firman Allah :"Artinya : Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisiNya lah terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh)". (Ar-Ra'd : 39) . Jadi, yang dimaksudkan dengan menghapuskan dan menetapkan dalam ayat itu adalah apa yang ada dalam ilmu malaikat. Sedangkan apa yang ada di dalam Lauh Mahfuzh itu merupakan ilmu Allah, yang tidak akan ada penghapusan (perubahan) selama-lamanya. Itulah yang disebut dengan al-qadha' al-mubram (taqdir/ putusan yang pasti), sedang yang pertama (dalam ilmu malaikat) disebut al-qadha' al-mu'allaq (taqdir / putusan yang masih menggantung). [Fathul Bari, 10/416 secara ringkas. Lihat pula, Syarah Nawawi, 16/114, 'Umdatul Qari, 22/91]<br />
[2]. Al-Musnad, no. 8855, 17/42 ; Jami'ut Tirmidzi, Abwabul Birri wash Shihah, Bab Ma Ja'a fi Ta'limin Nasab, no. 2045, 6/96-97, dan lafazh ini miliknya ; Al-Mustadrak 'alash Shahihain, Kitabul Birr wash Shilah, 4/161. Imam Al-Hakim berkata. 'Hadits ini sanad-nya shahih, tetapi tidak dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim (Op.cit, 4/161). Hal ini juga disepakati oleh Adz-Dzahabi (Lihat, Al-Talkhish, 4/161). Syaikh Ahmad Muhammad Syakir menyatakan sanad-nya shahih. (Lihat, Hamisyul Musnad, 17/42). Dan ia dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani. [Lihat, Shahih Sunan At-Tirmidzi, 2/190].<br />
[3]. Al-Musnad, no. 1212, 2/290 ; Majma'uz Zawa'id wa Manba'ul Fawa'id, Kitabul Birri wash Shihah, Bab Shilaturrahim wa Qath'iha, 8/152-153. Tentang hadits ini, Al-Hafizh Al-Haitsami berkata : 'Hadits ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad, Al-Bazzar dan Ath-Thabrani di dalam Al-Ausath. Para perawi Al-Bazzar adalah perawi-perawi Shahih Muslim, selain Ashim bin Hamzah, dia adalah orang tsiqah (terpercaya). (Op.cit, 8/153). Disebutkan Ashim bin Hamzah, yang benar adalah Ashim bin Dhamrah. Penulisan Hamzah adalah salah cetak. (Lihat, Hamisyul Musnad, 2/290). Syaikh Ahmad Muhammad Syakir berkata. 'Sanad hadits ini Shahih. [Op.cit. 2/290]<br />
<br />
Oleh : <b>Syaikh Dr. Fadhl Ilahi</b><br />
<br />
<br />
<br />
Diedit dan dicopy- paste kembali oleh : <b>Abu Muhammad Khafi Wa Qudsiy As- Sapati</b><br />
<span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: arial,verdana,tahoma,sans-serif; font-size: 13px; line-height: 17px;"><span class="Apple-style-span" style="color: #ffcc77; font-family: Arial,Tahoma,Helvetica,FreeSans,sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">Dipublikasikan kembali oleh <a href="http://wanssapat.blogspot.com/" rel="nofollow" style="color: #77aaff; text-decoration: none;" target="_blank">http://wanssapat.blogspot.com</a></span></span><b> </b>wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-2288526434270385422010-08-27T17:01:00.000+07:002010-08-27T17:01:38.602+07:00Lailatul Qadar dan I’tikaf<div style="text-align: justify;">Segala puji bagi Allah atas berbagai macam nikmat yang Allah berikan. Shalawat dan salam atas suri tauladan kita Nabi Muhammad <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> kepada keluarganya dan para pengikutnya.</div><div> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Bersemangatlah di Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadhan</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Para pembaca -yang semoga dimudahkan Allah untuk melakukan ketaatan-. Perlu diketahui bahwa sepertiga terakhir bulan Ramadhan adalah saat-saat yang penuh dengan kebaikan dan keutamaan serta pahala yang melimpah. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Oleh karena itu suri tauladan kita -Nabi Muhammad <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>- dahulu bersungguh-sungguh untuk menghidupkan sepuluh hari terakhir tersebut dengan berbagai amalan melebihi waktu-waktu lainnya.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><span id="more-356"></span></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Sebagaimana istri beliau -Ummul Mu’minin Aisyah <em>radhiyallahu ‘anha</em>- berkata,</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.”</em> (HR. Muslim)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Aisyah <em>radhiyallahu ‘anha</em> juga mengatakan,</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’, pen), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.”</em> (HR. Bukhari & Muslim)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Maka perhatikanlah apa yang dilakukan oleh suri tauladan kita! Lihatlah, Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bukanlah malah mengisi hari-hari terakir Ramadhan dengan berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan untuk persiapan lebaran (hari raya). Yang beliau lakukan adalah bersungguh-sungguh dalam melakukan ibadah seperti shalat, membaca Al Qur’an, dzikir, sedekah dan lain sebagainya. Renungkanlah hal ini!</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Keutamaan Lailatul Qadar</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Saudaraku, pada sepertiga terakhir dari bulan yang penuh berkah ini terdapat malam <a href="http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/lailatul-qadar-dan-itikaf.html" title="Lailatul Qadar dan I'tikaf">Lailatul Qadar</a>, suatu malam yang dimuliakan oleh Allah melebihi malam-malam lainnya. Di antara kemuliaan malam tersebut adalah Allah mensifatinya dengan malam yang penuh keberkahan. Allah Ta’ala berfirman,</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.”</em> (QS. Ad Dukhan [44]: 3-4)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.”</em> (QS. Al Qadar [97]: 1)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”</em> (QS. Al Qadar [97] : 3-5)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Catatan:</strong> Perhatikanlah bahwa malam keberkahan tersebut adalah lailatul qadar. Dan Al Qur’an turun pada bulan Ramadhan sebagaimana firman Allah Ta’ala,</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">شَهْرُ رَمَضَانَ الذي أُنْزِلَ فِيهِ القرآن</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran.”</em> (QS. Al Baqarah [2] : 185)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Maka sungguh sangat keliru yang beranggapan bahwasanya Al Qur’an itu turun pada pertengahan bulan Sya’ban atau pada 17 Ramadhan lalu diperingati dengan hari NUZULUL QUR’AN. Padahal Al Qur’an itu turun pada lailatul qadar. Dan lailatul qadar -sebagaimana pada penjelasan selanjutnya- terjadi pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Renungkanlah hal ini!</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi ?</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>,</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.”</em> (HR. Bukhari)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>,</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.”</em> (HR. Bukhari)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Terjadinya lailatul qadar di tujuh malam terakhir bulan ramadhan itu lebih memungkinkan sebagaimana hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ – يَعْنِى لَيْلَةَ الْقَدْرِ – فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa.”</em> (HR. Muslim)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dan yang memilih pendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh sebagaimana ditegaskan oleh Ubay bin Ka’ab <em>radhiyallahu ‘anhu</em>. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari bahwa lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam,</em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.”</em> (HR. Bukhari)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Catatan:</strong> Hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tentang terjadinya malam lailatul qadar di antaranya adalah agar terbedakan antara orang yang sungguh-sungguh untuk mencari malam tersebut dengan orang yang malas. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Hal ini juga sebagai rahmat Allah agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-Nya dan akan memperoleh pahala yang amat banyak. Semoga Allah memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini. <em>Amin Ya Sami’ad Da’awat.</em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Do’a di Malam Lailatul Qadar</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita -Nabi Muhammad <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau <em>radhiyallahu ‘anha</em> berkata,</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى »</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab, “Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (artinya ‘Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).”</em> (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat <em>Ash Shohihah</em>)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Tanda Malam Lailatul Qadar</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">[1] Udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan.”</em> (HR. Ath Thoyalisi. Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh/terpercaya)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">[2] Malaikat menurunkan ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah, yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">[3] Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">[4] Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda yang artinya, <em>“Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik.”</em> (HR. Muslim) (Lihat <em>Shohih Fiqh Sunnah</em> II/149-150)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>I’tikaf dan Pensyari’atannya</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dalam sepuluh hari terakhir ini, kaum muslimin dianjurkan (disunnahkan) untuk melakukan i’tikaf. Sebagaimana Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> biasa beri’tikaf pada setiap Ramadhan selama 10 hari dan pada akhir hayat, beliau melakukan i’tikaf selama 20 hari. (HR. Bukhari)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Lalu apa yang dimaksud dengan i’tikaf? Dalam kitab <em>Lisanul Arab</em>, i’tikaf bermakna merutinkan (menjaga) sesuatu. Sehingga orang yang mengharuskan dirinya untuk berdiam di masjid dan mengerjakan ibadah di dalamya disebut mu’takifun atau ‘akifun. (Lihat <em>Shohih Fiqh Sunnah</em> II/150)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dan paling utama adalah beri’tikaf pada hari terakhir di bulan Ramadhan. Aisyah <em>radhiyallahu ‘anha</em> mengatakan bahwa Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> biasa beri’tikaf pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan sampai Allah ‘azza wa jalla mewafatkan beliau. (HR. Bukhari & Muslim)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> juga pernah beri’tikaf di 10 hari terakhir dari bulan Syawal sebagai qadha’ karena tidak beri’tikaf di bulan Ramadhan. (HR. Bukhari & Muslim)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>I’tikaf Harus di Masjid dan Boleh di Masjid Mana Saja</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">I’tikaf disyari’atkan dilaksanakan di masjid berdasarkan firman Allah Ta’ala,</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid.”</em> (QS. Al Baqarah [2]: 187)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Demikian juga dikarenakan Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> begitu juga istri-istri beliau melakukannya di masjid, dan tidak pernah di rumah sama sekali.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Menurut mayoritas ulama, i’tikaf disyari’atkan di semua masjid karena keumuman firman Allah di atas (yang artinya) <em>“Sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”</em>.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Adapun hadits marfu’ dari Hudzaifah yang mengatakan, <em>“Tidak ada i’tikaf kecuali pada tiga masjid”</em>, hadits ini masih dipersilisihkan apakah statusnya marfu’ atau mauquf. (Lihat <em>Shohih Fiqh Sunnah</em> II/151)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Wanita Juga Boleh Beri’tikaf</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dibolehkan bagi wanita untuk melakukan i’tikaf sebagaimana Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> mengizinkan istri tercinta beliau untuk beri’tikaf. (HR. Bukhari & Muslim)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Namun wanita boleh beri’tikaf di sini harus memenuhi 2 syarat: [1] Diizinkan oleh suami dan [2] Tidak menimbulkan fitnah (masalah bagi laki-laki). (Lihat <em>Shohih Fiqh Sunnah</em> II/151-152)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Waktu Minimal Lamanya I’tikaf</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">I’tikaf tidak disyaratkan dengan puasa. Karena Umar pernah berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, <em>“Ya Rasulullah, aku dulu pernah bernazar di masa jahiliyah untuk beri’tikaf semalam di Masjidil Haram?”</em> Lalu Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> mengatakan, <em>“Tunaikan nadzarmu.”</em> Kemudian Umar beri’tikaf semalam. (HR. Bukhari dan Muslim)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dan jika beri’tikaf pada malam hari, tentu tidak puasa. Jadi puasa bukanlah syarat untuk i’tikaf. Maka dari hadits ini boleh bagi seseorang beri’tikaf hanya semalam, <em>wallahu a’lam.</em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Yang Membatalkan I’tikaf</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Beberapa hal yang membatalkan i’tikaf adalah: [1] Keluar dari masjid tanpa alasan syar’i atau tanpa ada kebutuhan yang mubah yang mendesak (misalnya untuk mencari makan, mandi junub, yang hanya bisa dilakukan di luar masjid), [2] Jima’ (bersetubuh) dengan istri berdasarkan Surat Al Baqarah: 187 di atas. (Lihat <em>Shohih Fiqh Sunnah</em> II/155-156)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Perbanyaklah dan sibukkanlah diri dengan melakukan ketaatan tatkala beri’tikaf seperti berdo’a, dzikir, dan membaca Al Qur’an. Semoga Allah memudahkan kita untuk mengisi hari-hari kita di bulan Ramadhan dengan amalan sholih yang ikhlas dan sesuai dengan petunjuk Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.</em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><strong>Sumber Rujukan:</strong></div><div style="text-align: justify;"> </div><ol style="text-align: justify;"><li><em>Shohih Fiqh Sunnah</em> II</li>
<li><em>Majalis Syahri Ramadhan</em></li>
<li><em>Adwa’ul Bayan</em></li>
</ol><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">***</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Disusun oleh: Muhammad Abduh Tuasikal<br />
Dimuroja’ah oleh: Ustadz Abu Sa’ad, M.A.<br />
<a href="http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/lailatul-qadar-dan-itikaf.html" title="Lailatul Qadar dan I'tikaf"> Artikel www.muslim.or.id</a></div><div style="text-align: justify;"> <!-- Begin SexyBookmarks Menu Code --> </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Diedit dan dicopy- Paste kembali oleh : <u><b>Abu Muhammad Khafi Wa Qudsiy As- Sapati </b></u></div>wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-33723370538201721732010-08-27T16:54:00.000+07:002010-08-27T16:54:55.492+07:00Bagaimana Kita Merayakan Nuzulul Quran?<div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Saudaraku! Setiap tahun, dan tepatnya di bulan suci Ramadhan ini, banyak dari umat Islam di sekitar anda merayakan dan memperingati suatu kejadian bersejarah yang telah merubah arah sejarah umat manusia. Dan mungkin juga anda termasuk yang turut serta merayakan dan memperingati kejadian itu. Tahukah anda sejarah apakah yang saya maksudkan?</div><div> </div><div style="text-align: justify;"><span id="more-1307"></span></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Kejadian sejarah itu adalah Nuzul Qur’an; diturunkannya Al Qur’an secara utuh dari Lauhul Mahfud di langit ketujuh, ke Baitul Izzah di langit dunia.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ. البقرة 185</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Bulan Ramadhan, bulan yang di padanya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).”</em> (Qs. Al Baqarah: 185)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Peringatan terhadap turunnya Al Qur’an diwujudkan oleh masyarakat dalam berbagai acara, ada yang dengan mengadakan pengajian umum. Dari mereka ada yang merayakannya dengan pertunjukan pentas seni, semisal qasidah, anasyid dan lainnya. Dan tidak jarang pula yang memperingatinya dengan mengadakan pesta makan-makan.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Pernahkan anda bertanya: bagaimanakah cara Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>, sahabatnya dan juga ulama’ terdahulu setelah mereka memperingati kejadian ini?</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Anda merasa ingin tahu apa yang dilakukan oleh Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>?</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Simaklah penuturan sahabat Abdullah bin Abbas <em>radhiallahu ‘anhu</em> tentang apa yang beliau lakukan.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">كَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ . رواه البخاري</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Dahulu Malaikat Jibril senantiasa menjumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada setiap malam Ramadhan, dan selanjutnya ia membaca Al Qur’an bersamanya.”</em> (Riwayat Al Bukhari)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Demikianlah, Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bermudarasah, membaca Al Qur’an bersama Malaikat Jibril <em>alaihissalam</em> di luar shalat. Dan ternyata itu belum cukup bagi Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>, beliau masih merasa perlu untuk membaca Al Qur’an dalam shalatnya. Anda ingin tahu, seberapa banyak dan seberapa lama beliau membaca Al Qur’an dalam shalatnya?</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Simaklah penguturan sahabat Huzaifah <em>radhiallahu ‘anhu</em> tentang pengalaman beliau shalat tarawih bersama Rasulillah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam.</em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Pada suatu malam di bulan Ramadhan, aku shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam bilik yang terbuat dari pelepah kurma. Beliau memulai shalatnya dengan membaca takbir, selanjutnya beliau membaca doa:</em></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">الله أكبر ذُو الجَبَرُوت وَالْمَلَكُوتِ ، وَذُو الكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>Selanjutnya beliau mulai membaca surat Al Baqarah, sayapun mengira bahwa beliau akan berhenti pada ayat ke-100, ternyata beliau terus membaca. Sayapun kembali mengira: beliau akan berhenti pada ayat ke-200, ternyata beliau terus membaca hingga akhir Al Baqarah, dan terus menyambungnya dengan surat Ali Imran hingga akhir. Kemudian beliau menyambungnya lagi dengan surat An Nisa’ hingga akhir surat. Setiap kali beliau melewati ayat yang mengandung hal-hal yang menakutkan, beliau berhenti sejenak untuk berdoa memohon perlindungan. …. Sejak usai dari shalat Isya’ pada awal malam hingga akhir malam, di saat Bilal memberi tahu beliau bahwa waktu shalat subuh telah tiba beliau hanya shalat empat rakaat.”</em> (Riwayat Ahmad, dan Al Hakim)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Demikianlah cara Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> memperingati turunnya Al Qur’an pada bulan ramadhan, membaca penuh dengan penghayatan akan maknanya. Tidak hanya berhenti pada mudarasah, beliau juga banyak membaca Al Qur’an pada shalat beliau, sampai-sampai pada satu raka’at saja, beliau membaca surat Al Baqarah, Ali Imran dan An Nisa’, atau sebanyak 5 juz lebih.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Inilah yang dilakukan Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> pada bulan Ramadhan, dan demikianlah cara beliau memperingati turunnya Al Qur’an. Tidak ada pesta makan-makan, apalagi pentas seni, nyanyi-nyanyi, sandiwara atau tari menari.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Bandingkan apa yang beliau lakukan dengan yang anda lakukan. Sudahkah anda mengetahui betapa besar perbedaannya?</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Anda juga ingin tahu apa yang dilakukan oleh para ulama’ terdahulu pada bulan Ramadhan?</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Imam As Syafi’i pada setiap bulan ramadhan menghatamkan bacaan Al Qur’an sebanyak enam puluh (60) kali.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Anda merasa sebagai pengikut Imam As Syafi’i? Inilah teladan beliau, tidak ada pentas seni, pesta makan, akan tetapi seluruh waktu beliau diisi dengan membaca dan mentadaburi Al Qur’an.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Buktikanlah saudaraku bahwa anda adalah benar-benar penganut mazhab Syafi’i yang sebenarnya.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Al Aswab An Nakha’i setiap dua malam menghatamkan Al Qur’an.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Qatadah As Sadusi, memiliki kebiasaan setiap tujuh hari menghatamkan Al Qur’an sekali. Akan tetapi bila bulan Ramadhan telah tiba, beliau menghatamkannya setiap tiga malam sekali. Dan bila telah masuk sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, beliau senantiasa menghatamkannya setiap malam sekali.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Demikianlah teladan ulama’ terdahulu dalam memperingati sejarah turunnya Al Qur’an. Tidak ada pesta ria, makan-makan, apa lagi <em>na’uzubillah</em> pentas seni, tari-menari, nyanyi-menyanyi.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Orang-orang seperti merekalah yang dimaksudkan oleh firman Allah Ta’ala:</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاء وَمَن يُضْلِلْ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ . الزمر23</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabbnya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya.Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya.”</em> (Qs. Az Zumar: 23)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Dan oleh firman Allah Ta’ala:</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ {2} الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ {3} أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ. الأنفال 2-4</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><em>“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahalah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabblah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami berikan kepada mereka, Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rejeki (nikmat) yang mulia.”</em> (Qs. Al Anfaal: 2-4)</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Adapun kita, maka hanya kerahmatan Allah-lah yang kita nantikan. Betapa sering kita membaca, mendengar ayat-ayat Al Qur’an, akan tetapi semua itu seakan tidak meninggalkan bekas sedikitpun. Hati terasa kaku, dan keras, sekeras bebatuan. Iman tak kunjung bertambah, bahkan senantiasa terkikis oleh kemaksiatan. Dan kehidupan kita begitu jauh dari dzikir kepada Allah.</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Saudaraku! Akankan kita terus menerus mengabadikan keadaan kita yang demikian ini? Mungkinkah kita akan senantiasa puas dengan sikap mendustai diri sendiri? Kita mengaku mencintai dan beriman kepada Al Qur’an, dan selanjutnya kecintaan dan keimanan itu diwujudkan dalam bentuk tarian, nyayian, pesta makan-makan?</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Kapankah kita dapat membuktikan kecintaan dan keimanan kepada Al Qur’an dalam bentuk tadarus, mengkaji kandungan, dan mengamalkan nilai-nilainya?</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Tidakkah saatnya telah tiba bagi kita untuk merubah peringatan Al Qur’an dari pentas seni menjadi bacaan dan penerapan kandungannya dalam kehidupan nyata?</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">***</div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;">Penulis: Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.<br />
Artikel www.pengusahamuslim.com</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Diedit dan dicopy- Paste kembali oleh : <u><b>Abu Muhammad Khafi Wa Qudsiy As- Sapati </b></u></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div>wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-4609950089243049952010-08-27T16:50:00.001+07:002010-09-02T00:33:05.295+07:00Al-Quran turun pada malam Lailatul Qadr bukan Malam ‘Nuzulul Quran’ 17 Ramadhan<h2><a href="http://maramissetiawan.wordpress.com/2008/09/13/al-quran-turun-pada-malam-lailatul-qadr-bukan-malam-%e2%80%98nuzulul-quran%e2%80%99-17-ramadhan/" rel="bookmark" title="Al-Quran turun pada malam Lailatul Qadr bukan Malam ‘Nuzulul Quran’ 17 Ramadhan"><br />
</a></h2><div class="snap_preview"><div class="pd-rating" id="pd_rating_holder_997702_post_575" style="display: inline-block;"><div id="PDRTJS_997702_post_575_msg" style="color: black; float: left; padding-left: 5px; text-align: left;"></div><img alt="Quantcast" border="0" height="1" src="http://pixel.quantserve.com/pixel/p-ab3gTb8xb3dLg.gif" style="display: none;" width="1" /></div><script charset="utf-8" type="text/javascript">
<!--//--><![CDATA[//><!--
PDRTJS_settings_997702_post_575={"id":997702,"unique_id":"wp-post-575","title":"Al-Quran turun pada malam Lailatul Qadr bukan Malam \u2018Nuzulul Quran\u2019 17 Ramadhan","permalink":"http:\/\/maramissetiawan.wordpress.com\/2008\/09\/13\/al-quran-turun-pada-malam-lailatul-qadr-bukan-malam-%e2%80%98nuzulul-quran%e2%80%99-17-ramadhan\/","item_id":"_post_575"}
//--><!]]>
</script><!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false MicrosoftInternetExplorer4 <![endif]--><!--[if gte mso 9]> <![endif]--><br />
<div class="wp-caption alignleft" id="attachment_576" style="width: 153px;"><a href="http://maramissetiawan.files.wordpress.com/2008/09/moonlight22.jpg"><img alt="" class="size-medium wp-image-576" height="107" src="http://maramissetiawan.files.wordpress.com/2008/09/moonlight22.jpg?w=143&h=107" title="moonlight22" width="143" /></a><div class="wp-caption-text">Nuzulul Quran adalah Lailatul Qadar</div></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;"> </span></strong></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false MicrosoftInternetExplorer4 <![endif]--><!--[if gte mso 9]> <![endif]--> <span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;"></span></div>Ketika memasuki malam yang ke 17 di bulan Ramadhan sebagian kaum muslimin dan masjid-masjid mulai diadakan peringatan turunnya al-Quran pertama kali yang disebut malam peringatan Nuzulul Quran. Hal ini juga ‘terkesan’ dikuatkan dengan catatan kaki dalam <strong>“al-Quran dan Terjemahnya”</strong> surat adh-Dhukhan ayat 3.<br />
<h3>إِنَّآ أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ</h3>Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi[1369] dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.<br />
<span style="color: red;">[1369] malam yang diberkahi ialah malam Al Quran pertama kali diturunkan. <strong>di Indonesia umumnya dianggap jatuh pada tanggal 17 Ramadhan.</strong></span><br />
Keyakinan ini bertentangan dengan firman Allah <em>subhanahu wa ta’alaa</em> dalam surat al-Qadr ayat pertama:<br />
<h3>إِ نَّآ أَنْزَلْنَهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ</h3><em> </em><br />
“Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan[1593].”<br />
<span style="color: red;">[1593] Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, Karena pada malam itu permulaan Turunnya Al Quran.</span><br />
Ayat diatas dengan jelas bahwa al-Quran diturunkan pada malam kemulian (Lailatul Qadar) dan juga Terlihat jelas bahwa catatan kaki untuk ayat di atas dalam <strong>“al-Quran dan Terjemahnya” </strong>juga menjelaskan bahwa malam permulaan turunnya al-Quran adalah pada malam tersebut. Sekarang yang menjadi pertanyaan, kapan terjadinya malam Lailatul Qadar, malam dimana al-Quran itu turun ? apakah benar pada 17 Ramadhan seperti yang selama ini oleh sebagian kaum muslimin Indonesia mempertingatinya ?<br />
Nabi <em>shallahu’alaihi wa sallam </em>pernah mengabarkan kepada kita tentang kapan akan datangnya malam Lailatul Qadar. Beliau pernah bersabda:<br />
“Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan” <strong>(Hadits Riwayat Bukhari 4/225 dan Muslim 1169)</strong><br />
Beliau<em> shallahu’alaihi wa sallam</em> juga bersabda:<br />
“Berusahalah untuk mencarinya pada sepuluh hari terakhir, apabila kalian lemah atau kurang fit, maka jangan sampai engkau lengah pada tujuh hari terakhir” <strong>(Riwayat Bukhori dan Muslim)</strong><br />
Dengan demikian telah jelas bahwa lailatul qadar terjadi pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan yaitu pada malam-malam ganjilnya 21, 23, 25, 27 atau 29. Maka gugurlah keyakinan sebagian kaum muslimin yang menyatakan bahwa turunya al-Quran pertama kali pada tanggal 17 Ramadhan. Oleh karena itu hendaknya kaum muslimin meninggalkan acara-acara semacam ini untuk memperingati turunnya al-Quran karena acara-acara ini muncul dari pendapat yang hanya sekedar anggapan umumnya kaum muslimin di Indonesia seperti yang tertulis dalam catatan kaki<strong> ”al-Quran dan Terjemahnya”</strong> dan tidak ada sama sekali dalil baik dari al-Quran dan al-Hadist yang menguatkan bahwa al-Quran diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan.<br />
<strong>Jika ada yang berargumen, </strong>“Tanggal 17 Ramadhan yang dimaksud adalah turunnya al-Quran ayat pertama ke dunia kepada Nabi <em>shallallahu’alaihi wa sallam</em> yaitu surat al-‘Alaq ayat 1-5, sedangkan Lailatul qadar pada surat al-Qadar adalah turunnya al-Quran seluruhnya dari lauhul mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia !!?”.<br />
<strong>Maka jawabnya: Benar, </strong>bahwa turunnya al-Quran yaitu pada Lailatul qadar seperti yang tertuang dalam surat al-Qadar adalah turunnya al-Quran dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia, dan setelah itu al-Quran diturunkan secara bertahap selama 23 tahun. Seperti perkataan Ibnu Abbas radliyallahu’anhu dan yang lainnya ketika menafsirkan QS. Ad-Dukhon ayat 3:<br />
“Allah menurunkan al-Quran sekaligus daru Lauh Mahfudz ke baitul izzah (rumah kemuliaan) di langit dunia kemudian Allah menurunkannya secara berangsur-angsur sesuai dengan berbagai peristiwa selama 23 tahun kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.” (Tafsir Ibnu Katsir 8/441)<br />
Tetapi apakah ini menjadikan bahwa benar nya pendapat bahwa turunnya ayat pertama (QS. Al-‘Alaq: 1-5) kepada Nabi <em>shallallahu’alaihi wa sallam</em> adalah 17 Ramadhan ?? Silahkan disampaikan dalil berupa ayat al-Qur’an maupun hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam jika memang demikian !!.<em> Wallahua’lam</em><br />
<strong>Yang bisa dipetik dari pembahasan di atas</strong><br />
<ol><li>Al-Quran diturunkan pada malam lailatul qadar bukan pada malam yang dikenal dengan malam ‘Nuzulul Quran’ yang bertepatan pada tanggal 17 Ramadhan</li>
<li>Peringatan Nuzulul Quran 17 Ramadhan dengan dzikir tertentu dan bentuk pengajian khusus adalah bentuk peringatan yang tidak pernah ada landasannya dari al-Quran dan Hadist Rasulullah <em>shallahu’alaihi wa sallam</em>, sehingga termasuk dalam perkara bid’ah.</li>
<li>Lailatul qadar terjadi pada sepuluh malam terakhir yang ganjil dibulan Ramadhan.</li>
<li>Peringatan lailatul qadar pada malam 27 Ramadhan (atau malam ganjil lainnya) dengan suatu pengajian khusus juga merupakan bid’ah karena Rasulullah <em>shallahu’alaihi wa sallam </em>tidak pernah memperingatinya melainkan beliau shallahu’alahi wa sallam menghidupkan malam tersebut dengan qiyamul lail dan memperbanyak doa.</li>
<li>Himbauan kepada para penanggung jawab <strong>“al-Quran dan Terjemahnya”</strong> agar meluruskan catatan kaki atau takwil-takwil dari ayat suci al-Quran yang hanya merupakan anggapan-anggapan yang tidak berdalil atau bahkan tafsiran/takwil yang bathil.</li>
</ol><strong>Referensi</strong><br />
<ul><li>Ustadz Aunur Rofiq. <em>Nuzulul Quran pada bulan Romadhon</em>. Majalah al-Furqon Edisi 84, th ke-8 1429/ 2008</li>
<li>Abu Musa al-Atsari. <em>Lailatul Qadar Malam Kemulian</em>. Majalah adz-Dzakiroh Edisi 43, Edisi Khusus Ramadhan-Syawal, Vol 8, No.1 1429 H</li>
<li>Al-Quran dan Terjemahnya</li>
</ul></div>wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-48715783307516522342010-08-27T16:23:00.000+07:002010-08-27T16:23:00.068+07:00Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, Ulama Sapat.<div style="text-align: justify;">Jalur keturunan yang menyentuh Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, ulama dunia Melayu yang sangat terkenal, ialah bahawa ibunya bernama Shafura binti Mufti Haji Muhammad Arsyad bin Mufti Haji Muhammad As'ad. Ibu Mufti Haji Muhammad As'ad bernama Syarifah binti Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, iaitu daripada perkahwinan Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari dengan Tuan Bajut. Dari jalur yang lain pula bahawa ibu Muhammad Afif bernama Sari binti Khalifah Haji Zainuddin bin Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, iaitu daripada perkahwinan Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari dengan Tuan Guat.<br />
<br />
Berdasarkan catatannya sendiri yang penulis peroleh daripada keturunan beliau di Sapat dan Tembilahan, Indragiri Hilir (1982) bahawa Haji Abdurrahman Shiddiq lahir bulan Rabiulakhir, malam Khamis, sebelum Subuh, 1284 Hijrah/Ogos 1867 Masihi. Beliau memadamnya dan diganti dengan 1288 Hijrah/Jun/Julai 1871 Masihi. Penulis tidak sependapat dengan beberapa orang penulis yang menyebut bahawa Haji Abdurrahman Shiddiq lahir pada tahun 1857 Masihi. Mengenainya barangkali satu kekeliruan menyesuaikan tahun 1284 Hijrah atau 1288 Hijrah ke tahun Masihi saja. Bahawa 1284 Hijrah bukan bersamaan dengan tahun 1857 Masihi tetapi yang betul ialah tahun 1867 Masihi. Catatan tambahan yang dilakukan oleh anaknya bahawa beliau wafat pada hari Isnin, jam 5.40, 4 Syaaban 1358 Hijrah/18 September 1939 Masihi, dalam usia 70 tahun.<br />
<br />
PENDIDIKAN<br />
Pendidikan asasnya diperoleh dari lingkungan keluarga ulama Banjar yang ada hubungan dengan beliau. Sama ada kedua-dua orang tuanya, mahu pun Abdurrahman Shiddiq sendiri berhasrat untuk memperoleh ilmu yang banyak di Tanah Suci Mekah, namun beliau menempuh jalan yang berliku-liku. Abdurrahman Shiddiq banyak memperoleh ilmu di alam terbuka, bumi dipijak, langit dijunjung di beberapa tempat yang dirantaunya. Mulai Banjar berlayar ke Jawa, ke Sumatera, sambil berlayar, di rantau orang mengajar dan berusaha untuk memperoleh wang untuk sampai ke Tanah Suci Mekah. Perjuangannya adalah suci untuk memperoleh ilmu memartabatkan Islam, semangatnya adalah teguh kukuh tidak akan terabai dan tergugahkan. Sempat belajar dengan beberapa orang ulama di Padang, sambil berdagang emas dan perak di Padang. Beliau juga merantau ke daerah Tapanuli. Pernah mengajar kitab Sabilul Muhtadin, karangan Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, datuk neneknya di Barus dan Natal di daerah Tapanuli. Berdasarkan catatan Abdurrahman Shiddiq bahawa dalam musim haji tahun 1306 Hijrah yang bererti bersamaan dengan Julai 1889 Masihi barulah cita-cita Abdurrahman Shiddiq sampai ke Mekah, dan tinggal di sana hingga tahun 1312 Hijrah/1894 Masihi.<br />
<br />
Oleh sebab Haji Abdurrahman Shiddiq sampai di Mekah pada tahun tersebut di atas dinyatakan oleh beliau sendiri, maka penulis tidak sependapat dengan kenyataan Imran Effendy Hs dalam buku Pemikiran Akhlak Syekh Abdurrahman Shiddiq al-Banjari, halaman 16, 18 dan 63 yang menyebut bahawa Haji Abdurrahman Shiddiq berangkat ke Mekah pada 1882/3 Masihi. Catatan tulisan tangan Haji Abdurrahman Shiddiq penulis miliki sejak tahun 1982 di Sapat daripada salah seorang keturunan beliau. Dalam catatan itu jelas bahawa sejak dilahirkan, catatannya berada di Padang pada 10 Zulhijjah 1305 Hijrah/18 Ogos 1888 Masihi, bahawa beliau bernama Abdurrahman Shiddiq. Oleh sebab catatannya ditulis jauh sebelum beliau berada di Mekah, maka penulis juga tidak sependapat dengan buku di atas (halaman 18) yang menyebut bahawa gelar `Shiddiq' diberikan oleh gurunya, al-Syata (maksudnya Sayid Abu Bakri asy-Syatha) di Mekah.<br />
<br />
Sewaktu belajar di Mekah, beliau bersahabat dengan beberapa orang, di antara mereka ialah Tuan Husein Kedah al-Banjari, keturunan Banjar yang dilahirkan di Kedah ini (lahir 1280 Hijrah/1863 Masihi)usianya lebih tua beberapa tahun daripada Haji Abdurrahman (lahir 1288 Hijrah/1871 Masihi). Sahabatnya yang lain ialah Haji Abdullah Fahim (lahir 1286 Hijrah/1869 Masihi), Tok Kenali (lahir 1287 Hijrah/1871 Masihi) dan ramai lagi. Mengenai guru-guru yang mengajar di Masjid al-Haram pada zaman itu telah banyak disebut pada siri-siri yang lalu, oleh itu tidak perlu dibicarakan lagi.<br />
<br />
AKTIVITI<br />
Sudah cukup jelas dan tidak perlu diragukan bahawa Haji Abdurrahman Shiddiq pulang dari Mekah ialah tahun 1312 Hijrah/1894 Masihi. Oleh itu pendapat Imran Effendy Hs dalam bukunya (halaman 20) yang menyebut Haji Abdurrahman Shiddiq pulang dari Mekah pada tahun 1890/1 dan pendapat Syafei Abdullah dalam bukunya Riwayat Hidup dan Perjuangan Ulama Syeikh H. Abdurrahman Shiddiq, Mufti Indragiri, menyebut tahun 1897 Masihi penulis tidak sependapat dan perlu penelitian yang lebih kemas lagi.<br />
<br />
Pulang dari Mekah terus ke Martapura, kemudian pindah ke Bangka dilanjutkan pengembaraan di seluruh Semenanjung menziarahi teman-temannya, di antaranya Tok Kenali. Beberapa sultan, di antaranya sultan Johor meminta beliau menjadi mufti , semuanya beliau tolak. Akhirnya Syeikh Haji Abdurrahman Shiddiq membuka perkampungan sendiri yang kemudian diberi nama Parit Hidayat di keluarhan Sapat. Kec kuala Indragiri Di sanalah beliau membina umat membuka pengajian sistem pondok. Dalam masa kejayaannya membuka perkampungan untuk perkebunan kelapa dan pengajian itulah Syeikh Haji Abdurrahman Shiddiq dilantik sebagai Mufti Kerajaan Inderagiri.<br />
<br />
PENULISAN<br />
Karya-karya Mufti Haji Abdurrahman Shiddiq al-Banjari yang telah ditemui penulis senaraikan sebagai berikut:<br />
<br />
1. Asrarus Shalah, diselesaikan pada bulan Rejab 1320 Hijrah. Kandungannya membicarakan mengenai sembahyang. Cetakan yang pertama Mathba' Haji Muhammad Sa'id bin Haji Arsyad, Kampung Silong, Jalan Arab Street, Kedai Surat No, 82 Singapura, akhir Zulhijjah 1327 Hijrah. Cetakan selanjutnya oleh Mathba'ah Al-Ahmadiah, 82 Jalan Sultan, Singapura, 1348 Hijrah/1929 Masihi (cetakan ketiga).<br />
<br />
2. Fat-hul `Alim, diselesaikan pada 10 Syaaban 1324 Hijrah. Kandungannya membicarakan akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah secara lengkap. Dicetak oleh Mathba'ah Al-Ahmadiah, 82 Jalan Sultan, Singapura, 28 Syaaban 1347 Hijrah/8 Januari 1929 Masihi.<br />
<br />
3. Risalatut Tazkirah li Nafsi wa lil Qashirin Mitsli, diselesaikan pada 20 Syaaban 1324 Hijrah. Kandungannya merupakan tazkirah dan nasihat yang dipetik daripada Majmu' karangan Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari. Cetakan pertama, Tempat Cap Haji Muhammad Amin, Singapura, 1324 H.<br />
<br />
4. Risalah Amal Ma'rifat, diselesaikan di Sapat, Inderagiri, 8 Rabiulawal 1332 Hijrah. Kandungannya membicarakan akidah menurut pandangan tasawuf. Cetakan yang kedua, 30 Muharam 1344 Hijrah oleh Mathba'ah Al-Ahmadiah, 50 Minto Road, Singapura.<br />
<br />
5. Syair Ibarat dan Khabar Kiamat, diselesaikan 25 Zulhijjah 1332 Hijrah. Kandungannya menceritakan peristiwa Hari Kiamat ditulis dalam bentuk syair. Dicetak oleh Mathba'ah Al-Ahmadiah, 50 Minto Road, Singapura, 9 Syaaban 1344 Hijrah.<br />
<br />
6. Risalah Kecil Pelajaran Kanak-kanak Pada Agama Islam, diselesaikan 1 Safar 1334 Hijrah. Kandungannya merupakan pelajaran fardu ain untuk kanak-kanak. Cetakan yang ketiga oleh Mathba'ah Al-Ahmadiah, 82 Jalan Sultan, Singapura, 1348 Hijrah/1929 Masihi.<br />
<br />
7. Aqaidul Iman, diselesaikan di Sapat, Inderagiri, 16 Rabiulawal 1338 Hijrah. Kandungannya membicarakan tentang akidah. Cetakan baru oleh Toko Buku Hasanu, Jalan Hasanuddin Banjarmasin atas izin Mahmud Shiddiq, Pagatan, Kota Baru, Pulau Laut, Kalimantan Selatan, 1405 Masihi. Diterbitkan daripada salinan tulisan tangan oleh Hasan Bashri Hamdani.<br />
<br />
8. Syajaratul Arsyadiyah, diselesaikan 12 Syawal 1350 Hijrah. Kandungannya membicarakan asal-usul Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari dan keturunan-keturunannya. Cetakan pertama oleh Mathba'ah Al-Ahmadiah, 82 Jalan Sultan, Singapura.<br />
<br />
9. Risalah Takmilah Qaulil Mukhtashar, diselesaikan 10 Safar 1351 Hijrah. Kandungannya menceritakan tanda-tanda Hari Kiamat dan mengenai kedatangan Imam Mahdi. Dicetak oleh Mathba'ah Al-Ahmadiah, 82 Jalan Sultan, Singapura, dicetak kombinasi dengan Syajaratul Arsyadiyah (103 halaman) oleh pengarang yang sama, dan Risalah Qaulil Mukhtashar fi `Alamatil Mahdil Muntazhar (55 halaman) karya Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari.<br />
<br />
10. Mau'izhah li Nafsi wa li Amtsali minal Ikhwan, diselesaikan 5 Rejab 1355 Hijrah. Kandungannya merupakan kumpulan pengajaran akhlak. Cetakan yang pertama oleh Mathba'ah Al-Ahmadiah, 82 Jalan Sultan, Singapura, 1355 Hijrah.<br />
<br />
11. Beberapa Khuthbah Pakai Makna Karangan Jaddi as-Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari, tanpa dinyatakan tarikh selesai penulisan. Kandungannya merupakan kumpulan khutbah yang pernah diucapkan oleh Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari. Dicetak oleh Mathba'ah Al-Ahmadiah, 101 Jalan Sultan, Singapura, tanpa dinyatakan tahun cetakan.<br />
<br />
12. Majmu'ul Ayat wal Ahadits fi Fadhailil `Ilmi wal `Ulama' wal Muta'allimin wal Mustami'in, tanpa dinyatakan tarikh selesai penulisan. Kandungannya merupakan kumpulan hadis serta terjemahannya dalam bahasa Melayu. Dicetak oleh Mathba'ah Al-Ahmadiah, 82 Jalan Sultan, Singapura, 1346 Hijrah/1927 Masihi.<br />
<br />
13. Catatan, tanpa tarikh, ditulis dalam bahasa Arab dan Melayu. Kandungannya merupakan beberapa catatan Syeikh Abdurrahman Shiddiq mulai lahir malam Khamis, sebelum Subuh 1288 Hijrah/ Jun/Julai 1871 Masihi. Wafat hari Isnin, jam 5.40, pada 4 Syaaban 1358 Hijrah/18 September 1939 Masihi, dalam usia 70 tahun. Tahun 1306 Hijrah beliau ke Mekah. Tinggal di sana hingga tahun 1312 Hijrah. Selain itu terdapat catatan kelahiran dan wafat anak-anaknya dan lain-lain.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Diedit dan dicopy-m paste kembali oleh : <b><u>Abu Muhammad Khafi Wa Qudsiy As- Sapati </u></b></div>wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-3837439741142373822010-08-27T16:02:00.001+07:002010-08-27T16:27:52.547+07:00Tuntunan Zakat Mal<div style="text-align: justify;"><b>MediaMuslim.Info</b> - Zakat merupakan kewajiban syar’i dan salah satu dari rukun Islam yang sangat penting setelah syahadatain dan shalat. Dalil dari Al Qur’an, As Sunnah maupun ijma’ kaum muslimin telah nyata menunjukkan bahwa zakat merupakan perkara wajib yang jika seseorang mengingkarinya bisa terjerumus ke dalam jurang kekufuran (murtad). Dia harus bertobat jika ingin kembali diakui lagi sebagai seorang muslim. Jika ia enggan bertobat maka boleh untuk diperangi. </div><div></div><div style="text-align: justify;">Mereka yang bakhil atau membayar namun tidak sesuai kewajibannya maka ia telah berbuat zhalim dan akan berhadapan dengan ancaman Alloh yang sangat keras. Firman Alloh Subhaanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Alloh berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat” (QS: Ali ‘Imron: 180) </div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Rasululloh Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya: “Barang siapa yang diberi oleh Alloh harta kemudian ia tidak membayar zakatnya maka akan dijelmakan harta itu pada hari kiamat dalam bentuk ular yang kedua kelopak matanya menonjol. Ular itu melilitnya kemudian menggigit dengan dua rahangnya sambil berkata: “Aku hartamu aku simpananmu” (HR: Al-Bukhari) </div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><b>Beberapa Faedah Zakat</b><br />
<b>A. Faedah diniyah (segi agama)</b> </div><div style="text-align: justify;"></div><ol style="text-align: justify;"><li> Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari rukun Islam yang menghantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat. </li>
<li> Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabbnya, akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan. </li>
<li> Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana firman Alloh Subhaanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Alloh memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” (QS: Al Baqarah: 276)<br />
Dalam sebuah hadits yang muttafaq ‘alaih Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam juga menjelaskan bahwa shadaqah dari harta yang baik akan ditumbuhkan kembangkan oleh Alloh Subhaanahu wa Ta’ala berlipat ganda. </li>
<li> Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti yang pernah disabdakan Rasululloh Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam. </li>
</ol><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><b>B. Faedah Khuluqiyah (Segi Akhlak)</b> </div><div style="text-align: justify;"></div><ol style="text-align: justify;"><li> Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat. </li>
<li> Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya. </li>
<li> Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti ia kan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya. </li>
<li> Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak. </li>
</ol><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><b>C. Faedah Ijtimaiyyah (Segi Sosial Kemasyarakatan)</b> </div><div style="text-align: justify;"></div><ol style="text-align: justify;"><li>Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.</li>
<li>Memberikan support kekuatan bagi kaum muslimin dan mengangkat eksistensi mereka.Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.</li>
<li>Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosisal, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka yang berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.</li>
<li>Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan melimpah.</li>
<li>Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak fihak yang mengambil manfaat.</li>
</ol><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><b>Harta yang wajib dikeluarkan Zakatnya</b> </div><div style="text-align: justify;"></div><ol style="text-align: justify;"><li>Emas dan perak, dengan syarat telah mencapai nishab (batas minimal suatu harta wajib dizakati) dan melewati haul (putaran satu tahun penuh). Nishab emas adalah 85 gram dan perak 595 gram, dan harta yang dikeluarkan sebanyak dua setengan persen. Juga berlaku bagi mata uang yang telah mencapai nilai tersebut, demikian pula emas dan perak yang dipakai untuk perhiasan, meski dalam hal perhiasan ini ada sebagian ulama yang mewajibkan sekali saja seumur hidup bukan tiap tahun, di antaranya pendapat Anas bin Malik Radiyallahu ‘anhu (Al Muhalla 6/78 dan Sunan Kubra 4/138).</li>
<li>Harta perniagaan/perdagangan, zakat yang dikeluarkan sebanyak dua setengah persen dengan hitungan jumlah nilai barang dagangan (harga asli/net) digabung dengan keuntungan bersih, dan jika memiliki hutang maka dipotong hutang terlebih dahulu. Termasuk ketegori perdagangan adalah jual-beli mobil, rumah (properti), textil dan binatang ternak. Akan tetapi mobil, rumah atau pakaian yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari tidak ada kewajiban mengeluarkan zakatnya. Pembayaran zakat perdagangan dilakukan setelah mencapai nishab dan melalui haul.</li>
<li>Hasil Tanaman berupa biji-bijian maupun buah-buahan, dibayarkan ketika panen dengan nishab kurang lebih 670 kg. Zakat yang dikeluarkan sebanyak sepuluh persen jika yang menyiraminya air hujan, dan jika meng-gunakan alat atau dengan memindah air maka cukup lima persen.</li>
<li>Peternakan, Untuk kambing ketentuan zakatnya adalah sebagai berikut: Antara 40 sampai 120 ekor zakatnya satu ekor kambing. Antara 121 sampai 200 ekor zakatnya dua ekor kambing. 201 zakatnya 3 ekor kambing, kemudian setiap 100 kambing selanjutnya zakatnya satu ekor. Sedangkan nishab sapi adalah sebanyak 30 ekor, dan ketentuannya dapat dirujuk dalam buku-buku yang membahas masalah zakat secara khusus. Demikian juga harta-harta lain yang secara globalnya telah mencapai batas ketentuan diwajibkannya zakat.</li>
</ol><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><b>Golongan yang berhak menerima zakat</b> </div><div style="text-align: justify;"></div><ol style="text-align: justify;"><li>Fuqara (fakir), yaitu orang yang tidak bisa memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, penghasilannya hanya bisa menutupi separo kebutuhannya atau bahkan tidak sampai. Dalam arti mereka hidup jauh di bawah garis standar.</li>
<li>Masakin (miskin), yaitu orang yang penghasilannya sedikit dibawah garis standar, ia hanya kekurangan sedikit dalam hal pemenuhan kebutuhan. Syaikh Al-Utsaimin berpendapat bahwa seseorang yang tidak memiliki harta benda namun di sisi lain ia punya penghasilan baik itu berupa upah, gaji atau kesibukan lain yang memberi pemasukan mencukupi maka ia tidak berhak menerima zakat.</li>
<li>Amil Zakat, Mereka adalah petugas yang ditunjuk Hakim ‘Am dalam daulah (negara) untuk menarik zakat dari para aghniya’ (orang yang wajib berzakat) dan sekaligus mendistribusikannya kepada para mustahiq (yang berhak menerima zakat), juga bertanggung jawab menjaga harta zakat tersebut.</li>
<li>Muallaf, mereka adalah orang-orang yang masih lemah imannya, terutama sekali bagi yang memiliki kedudukan penting seperti pemimpin suatu kaum/suku.</li>
<li>Riqab (budak), termasuk dalam hal ini adalah membelinya lalu memerdekakannya, membantu hamba sahaya yang berusaha menebus dirinya karena ingin merdeka, dan melepaskan kaum muslimin yang menjadi tawanan/sandera.</li>
<li>Gharim, yaitu orang yang terlilit hutang dan tidak memiliki kemampuan untuk membayarnya. Mereka diberi bagian dari zakat untuk membantu melunasi hutang tersebut entah itu banyak atau sedikit.</li>
<li>Fi Sabilillah, yakni mereka yang berjuang di jalan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, para mujahidin diberi bagian zakat sesuai kebutuhan mereka dan dari zakat ini dapat dibelikan alat-alat yang dibutuhkan untuk berjihad. Termasuk fi sabilillah adalah para penuntut ilmu syar’i.</li>
<li>Ibnu Sabil, yakni musafir yang kehabisan bekal di tengah perjalanan. Ia diberi zakat sebanyak keperluannya untuk sampai kembali ke negerinya.</li>
</ol><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Mereka inilah para penerima zakat berdasarkan ketetapan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam kitabNya. Perhatian untuk para pengelola zakat bahwa harta zakat tidak dapat disalurkan kepada selain 8 golongan yang tersebut di atas dengan alasan apapun. Baik itu berupa pembangunan masjid, renovasi jalan dan lain sebagainya, karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan pembagian ini dengan bentuk hashr (terbatas) yakni dengan kata innama (hanya). Sebagaimana disebutkan dalam surat At-Taubah ayat 60. </div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Dari sini jelas sekali bahwa Islam tidak menyia-nyiakan harta dan segala peluang yang dapat membawa maslahat umat sehingga tidak tersisa dalam setiap jiwa rasa tamak dan bakhil yang menguasai hawa nafsu. Bahkan mengarahkannya untuk kepentingan yang lebih besar sebagai salah satu potensi untuk perbaikan kondisi umat. </div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">(Sumber Rujukan: Fushul fi Ash-Shiyam wa At-Tarawih wa Az-Zakah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin) </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Diedit dan dicopy- Paste kembali oleh : <u><b>Abu Muhammad Khafi Wa Qudsiy As- Sapati </b></u></div>wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4150783891761038486.post-75033716942421944562010-01-15T23:12:00.001+07:002010-08-27T16:58:06.115+07:00Tuan Guru SapatPada akhir abad 19 dan awal abad 20, dalam catatan historis terjadi migrasi antarpulau dan daerah di Nusantara.<br />
<b></b><br />
<br />
Seperti fakta sejarah telah bermigrasinya komunitas Suku Banjar dari Pulau Kalimantan ke Pulau Sumatera, salah satunya ke wilayah Indragiri, Riau.<br />
<br />
Menurut pengamatan sejarawan, faktor dominan terjadinya migrasi itu didasarkan pada keterdesakan kehidupan baik yang disebabkan oleh aspek politik kewilayahan akibat pembubaran Kesultanan Banjar oleh Kolonial Belanda. Dengan demikian, wilayah Banjar sebagai kawasan politik kesultanan dikooptasi oleh kolonial. Tapi, ada juga yang mengatakan bahwa faktor migrasi itu didasarkan pada aspek kesulitan ekonomi.<br />
<br />
Daerah Indragiri terutama bagian hilir yang merupakan daerah Onderafdeeling, menjadi salah satu tujuan perantauan (madam). Daerah itu dekat dengan pantai timur yang berbatasan dengan lalu lintas Pelabuhan Singapura, dan kala itu menjadi sentral lalu lintas maritim bagian barat Nusantara.<br />
<br />
Di samping faktor tersebut, tidak kalah penting adalah kesamaan struktur lingkungan dan kondisi alam yang bertekstur rawa dan bertanah gambut antara Kalimantan dan Indragiri Hilir. Bagi migran, daerah rantau seolah tidak ada bedanya dengan kampung (banua) asalnya di Kalimantan. Harus dicatat, bahwa komunitas Banjar juga ada yang merantau ke sebagian daerah Sumatera lainnya seperti Tungkal, Bengkalis, dan Deli, sebagaimana bisa disaksikan keberadaan mereka sampai saat ini.<br />
<br />
Syekh Abdurrahman Shiddiq al-Banjari atau lazim dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Tuan Guru Sapat --keturunan ulama besar Nusantara dari Banjar, pengarang kitab fiqih terkenal Sabilal Muhtadin, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari-- adalah salah seorang dari migran tersebut yang datang ke Indragiri. Tepatnya ke daerah Sapat, Kuala Indragiri, pada 1908. Walaupun, beliau terlebih dahulu beberapa tahun tinggal di Pulau Bangka dalam rangka melaksanakan tugas pengabdian mengajar dan berdakwah.<br />
<br />
Namun, migrasi Tuan Guru Sapat itu terasa mempunyai diferensiasi yang lain dengan misi migran lainnya dalam tujuan merantau. Tuan Guru Sapat, dalam masa adaptasinya antara 1908-1909 merupakan seorang pedagang biasa (tukang mas). Tapi, belakangan ketokohan Tuan Guru Sapat dengan kedalaman ilmu agama dan kearifan budinya diketahui masyarakat. Faktor itu menjadikannya sebagai figur publik pada rentang waktu 1909-1939.<br />
<br />
Di tengah masyarakat, Tuan Guru Sapat tampil secara kultural sebagai guru dan ulama dengan membuka khalaqah ilmu dan transformasi spritualitas serta memelopori berwirasawasta bagi muridnya dan masyarakat dalam hal bertani kelapa.<br />
<br />
Di samping itu, karena permintaan sultan pada masa kepimpinan Sultan Mahmud, beliau secara struktural-politik diangkat sebagai mufti di Kerajaan/Kesultanan Melayu Indragiri yang berkedudukan di Rengat. Mufti, bisa disebut suatu posisi yang sangat terpandang dan penuh pengakuan terhadap tokoh yang dipilih untuk menjabatnya. Walaupun semula keberatan atas amanah untuk jabatan itu, namun akhirnya beliau menyanggupinya selama 27 tahun. Asal dengan syarat, beliau tidak diberi gaji/imbalan.<br />
<br />
Artinya beliau bersedia mengemban amanah itu secara tulus ikhlas, beramal tanpa ambisi mengejar kedudukan dan usaha mendapat pamrih. Suatu sikap yang sangat pantas diteladani sekarang, di mana sebagian anggota masyarakat terdapat adanya fenomena penuh ambisi. Berlomba demi mengejar jabatan, kedudukan, dan kekuasaan sekaligus berupaya mengumpulkan kekayaan dari posisi itu. Walaupun, terkadang ditempuh dengan siasat menghalalkan segala cara.<br />
<br />
Dari fakta kehadiran dan peran Tuan Guru Sapat di dalam masyarakat Indragiri, kita bisa melihat dan belajar bahwa orang rantau atau pendatang bukanlah merupakan suatu ‘ancaman’ bagi penduduk setempat. Antara satu suku dan suku lainnya adalah sama, dan yang dilihat adalah peran dan fungsinya di masyarakat. Bukan pada status suku tempatan atau suku pendatang.<br />
<br />
Dalam pengertian luas, masyarakat Indragiri waktu itu sudah menerapkan suatu sikap pandang ‘terbuka’ dan melebur terhadap kehidupan multikulturalisme dan multietnisisme. Mereka tidak mengutamakan suku pribumi/tempatan, dibanding suku pendatang. Yang dilihat adalah sejauh mana orang itu punya kemampuan dan integritas, dalam memajukan daerah dan masyarakat secara umum.<br />
<br />
Menilik dalam konteks figur Tuan Guru Sapat ketika masih hidup yang dijadikan sebagai teladan karena ilmu dan amalnya, justru beliau menjadi motor penggerak (agent of change) masyarakat yang multietnis dan multikultural tersebut dalam hal transformasi ilmu keagamaan dan transformasi sosial-budaya. Padahal, beliau adalah seorang etnis migran dari negeri seberang. Tapi secara sadar, masyarakat yang terdiri atas berbagai suku dan budaya itu takzim dan menghormati beliau.<br />
<br />
Bahkan setelah Tuan Guru Sapat wafat sekalipun, masyarakat masih bisa merasakan arti penting terhadap eksistensi beliau melalui jejak yang ditinggalkan. Selain meninggalkan beberapa karya tulis yang dipelajari hingga kini, beliau menciptakan suatu kesinambungan (continuity) kaderisasi dan masa generasi keulamaan (baca: murid beliau) yang kelak menjadi guru dan ulama sebagai pengganti Tuan Guru Sapat setelah wafat beliau pada 1939 (4 Syakban 1430 H) sampai 1980-an.<br />
<br />
Ala kulli hal, Tuan Guru Sapat secara jasadiyah (fisik) memang sudah lama meninggalkan kita; sekitar 70 tahun. Namun, spirit perjuangan dan inspirasi yang diwariskan dari sosok dan figur ulama istiqamah dengan khittahnya dalam menjalankan fungsi keulamaan ini tetap masih hidup di tengah kita dan semua itu sangat penting untuk dapat direfleksikan agar kemudian diteladani.<br />
<br />
Tugas yang telah beliau laksanakan secara total dengan mewakafkan jiwa raga dan amal usahanya dalam bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial budaya secara ikhlas hanya untuk kemaslahatan masyarakat dan umat, harus terus diperjuangkan dan dilanjutkan oleh kita semua. Semoga!<br />
<b><br />
Oleh: Nasrullah AS</b><br />
<br />
<br />
Pendidik pada STAI Auliaurrasyidin Tembilahan<br />
<br />
<br />
Diedit dan dicopy- Paste kembali oleh : <u><b>Abu Muhammad Khafi Wa Qudsiy As- Sapati </b></u>wANs_Sapathttp://www.blogger.com/profile/18092126865319201426noreply@blogger.com0